Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM: RUU Masyarakat Adat Dibutuhkan untuk Pemenuhan Hak Azasi

Kompas.com - 09/12/2019, 19:51 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) menilai, rancangan undang-undang (RUU) Masyarakat Adat dibutuhkan sebagai pemenuhan hak-hak atas masyarakat adat.

Sebab, saat ini banyak hak-hak masyarakat adat yang belum diakui, termasuk dalam beberapa UU yang sudah ada.

"RUU ini harus melengkapi semua hak yang diakui menurut hukum internasional terhadap masyarakat adat," kata Wakil Ketua Komnas HAM Sandra Moniaga.

"Ada banyak yang belum diakui, jadi RUU ini harus memuat hak-hak masyarakat adat secara substantif dan harus sejalan dengan prinsip-prinsip universal," lanjut dia.

Hal itu dikatakannya dalam diskusi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) bertajuk Menjelang 100 Hari Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf; Bagaimana Nasib RUU Masyarakat Adat? di kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (9/12/2019).

Baca juga: Guru Besar UGM Sebut UU SDA Bersifat Diskriminatif Terhadap Masyarakat Adat

Dia mengatakan, RUU Masyarakat Adat penting untuk melengkapi pengaturan hak-hak masyarakat itu sendiri.

Selama ini, kata dia, sudah banyak UU yang mengatur keberadaan dan pengakuan hak-hak masyarakat adat.

Mulai dari UU Kehutanan, Minerba, hingga Lingkungan Hidup. Namun yang jadi persoalan, kata dia, definisi yang diterapkan berbeda-beda, termasuk pengaturan hak-haknya.

"Ketika turun pada pasal mengenai pengakuan, itu juga berbeda. Jadi dalam konteks ini, merujuk pada fakta bahwa sampai saat ini, masih sedikit perda yang mengakui keberadaan masyarakat adat. Faktanya, mereka mengalami terus pelanggaran HAM," kata dia.

Baca juga: Masuk Prolegnas Prioritas 2020, RUU Masyarakat Adat Butuh Lobi Enam Kementerian

Pihaknya berpendapat, RUU Masyarakat Adat juga diperlukan untuk memastikan bahwa perintah konstitusi yang ada sebelumnya dijalankan dengan benar.

Termasuk juga untuk menghentikan UU yang tidak konsisten satu sama lain.

Sebab, ketidakkonsistenan UU dinilainya sama dengan meniadakan proses pemenuhan hak azasi.

Apalagi, kata dia, jika mengikuti beberapa proses di daerah, adanya aturan tidak konsisten itu membuat ketidakpastian pengakuan atas keberadaan masyarakat adat.

"Ketika keberadaan masyarakat itu tidak terjadi, bagaimana haknya mau diakui? Hak itu mengikuti subjek," kata dia.

"Jadi pengakuan dari keberadaan masyarakat adat adalah esensial dan RUU ini harusnya ada untuk jadi penyelaras karena banyak sekali yang tak diakui karena ketidakkonsistenan," tutup dia.

Kompas TV Masih banyak permasalahan kepemilikan lahan yang belum juga tuntas, seperti pendataan serta inventarisasi. Hal ini mengakibatkan rakyat, terutama masyarakat adat dan pemegang hak ulayat tidak mendapat keuntungan maksimal dari kawasan hutan. Dalam rapat terbatas Selasa (26/2) siang, Presiden Joko Widodo pun menekankan beberapa masalah lahan hutan harus segera dituntaskan. Presiden masih menemukan kasus yang merugikan rakyat. Seperti saat kunjungan kerja di Bengkulu, presiden mendapati warga asli kalah dalam sengketa saat kampungnya masuk dalam wilayah hak konsesi swasta. Selain itu, berbelitnya perizinan kerap membuat pembenahan infrastruktur jalan, seperti pengaspalan di kawasan perhutani sulit dilakukan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com