JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Perlindungan Saksi san Korban (LPSK) menilai peran justice collaborator atau saksi pelaku dalam pidana korupsi belum optimal.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi menjelaskan, peran saksi pelaku pada pengungkapan tindak pidana korupsi tidak hanya bertujuan mendapat hak pengurangan hukuman.
Menurut Erwin, peran itu semestinya juga disertai pengembalian aset negara yang telah dirampas oleh pelaku itu sendiri.
"Namun yang lebih penting lagi, peran saksi pelaku sangat vital untuk menguak tabir kasus korupsi yang sering mengalami kendala," ujar Edwin dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (9/12/2019).
Edwin mengatakan, peran saksi pelaku dalam upaya pemberantasan korupsi belum maksimal.
Baca juga: Capim KPK Lili Pintauli: 10 Tahun Saya di LPSK, Hanya 13 Justice Collaborator Dilindungi
Menurut dia, peran saksi pelaku belum mampu memperlihatkan hasilmya dalam perkara yang sulit.
"Bahkan permohonan perlindungan sebagai saksi pelaku dalam tindak pidana korupsi kepada LPSK cenderung memperlihatkan angka yang rendah," kata Edwin.
Berdasarkan data LPSK dari periode 2010-2019, terlindung LPSK yang berstatus sebagai saksi pelaku hanya berjumlah 15 orang.
Padahal dukungan dalam penegakan hukum terkait dengan saksi dan pelaku telah diatur jelas melalui UU Perlindungan Saksi dan Korban.
Sejak tahun 2006, justice collaborator telah diatur sebagai istilah baru di Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Jo UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Baca juga: Rapat Bersama Komisi III, LPSK Keluhkan Anggaran 2020
Edwin menambahkan, hadirnya UU Nomor 31 Tahun 2014 telah menjadi peneguhan subyek baru dalam ketentuan perundang-undangan di Indonesia.
"Artinya semua institusi yang terlibat dalam bekerjanya sistem peradilan pidana, menjadi terikat dan wajib melaksanakan norma-norma yang diatur dalam UU tersebut," kata dia.
Sementara itu, Wakil Ketua LPSK Achmadi menyatakan perlu ada kesamaan pandangan mekanisme penetapan, penghargaan, dan perlindungan terhadap saksi pelaku dari seluruh aparat penegak hukum.
Pasalnya, LPSK mengusulkan perlunya sebuah regulasi berupa peraturan presiden sebagai upaya penyamaan pandangan terhadap saksi pelaku.
Selain itu, Achmadi menghimbau aparat penegak hukum dapat mengoptimalkan peran saksi pelaku dalam pengungkapan perkara tindak pidana korupsi.
"Serta memperhatikan Pasal 10 A, Pasal 28 Ayat (2) UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban dalam penetapan seseorang sebagai saksi pelaku," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.