JAKARTA, KOMPAS.com – Presiden Joko Widodo mendapat pertanyaan menohok dari salah seorang siswa SMK 57 Jurusan Tata Boga, Harley Hermansyah, ihwal sikap Indonesia yang tidak tegas terhadap koruptor.
Pertanyaan itu diajukan Harley saat Jokowi menyambangi SMK 57 Pasar Minggu, untuk menghadiri pentas drama bertajuk ‘Prestasi Tanpa Korupsi’, Senin (9/12/2019) pagi.
“Kenapa negara kita dalam mengatasi koruptor tidak tegas? Kenapa tidak berani seperti di negara maju, misalnya dihukum mati?” tanya Harley.
Baca juga: Jokowi Sebut Hukuman Mati bagi Koruptor Dapat Diterapkan, jika...
Jokowi kemudian menjawab bahwa sejauh ini memang UU tidak mengtur hukuman mati terhadap koruptor.
“Ya kalau di undang-undangnya memang ada yang korupsi dihukum mati itu dilakukan, tapi di UU tidak ada yang korupsi dihukum mati,” jawab Jokowi.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu kemudian bertanya kepada Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly yang turut hadir dalam kegiatan tersebut.
Menurut Yasonna, hukuman mati saat ini hanya berlaku bagi kasus korupsi terkait bencana alam.
Baca juga: Mahfud MD Sebut Industri Hukum Jadi Penghambat Visi Presiden Jokowi
Kendati demikian, hingga kini belum ada koruptor bencana alam yang sampai divonis mati pengadilan.
“Yang sudah ada (aturannya) saja belum pernah diputuskan hukuman mati,” kata Jokowi.
Namun benarkah hanya koruptor terkait bencana alam yang bisa dihukum mati?
Berdasarkan penelusuran Kompas.com di dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), di dalam Pasal 2 ayat (1) disebutkan ‘Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)’.
Baca juga: Hari Antikorupsi Sedunia, Jaksa Agung Paparkan Capaian Lembaganya
Sedangkan, di dalam ayat (2) disebutkan ‘Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan’.
Di dalam aturan penjelasan ayat (1) diterangkan yang dimaksud dengan ‘secara melawan hukum’ di dalam pasal ini mencakup melawan hukum dalam arti formil maupun materiil.
Artinya, meski perbuatan tersebut tidak diatur di dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial di masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana.
Dalam ketentuan ini, kata ‘dapat’ sebelum frasa ‘merugikan keuangan atau perekonomian negara’ menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik formil, yaitu adnaya tindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat.
Baca juga: Kocak, Iwan Fals Ledek Para Koruptor pada Hari Antikorupsi Sedunia