JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Maria Soemardjono menilai undang-undang (UU) sektoral yang ada saat ini tak adil bagi masyarakat hukum adat (MHA).
Oleh karena itu, ia mendorong percepatan pembahasan dan pengesahan rancangan undang-undang (RUU) Masyarakat Adat yang sudah masuk ke dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2020.
Hal itu ia sampaikan dalam diskusi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) bertajuk Menjelang 100 Hari Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf; Bagaimana Nasib RUU Masyarakat Adat? di kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (9/12/2019).
"Berbagai UU terutama UU sektoral menyinggung MHA dan hak ulayat tapi kalau dilihat satu sama lain tidak saling mendukung bahkan saling menegasikan. Oleh karena itu, disamping tak adil buat MHA, juga tak menyandingkan kepastian hukum sehingga yang dirugikan adalah MHA," kata Maria.
Baca juga: Masuk Prolegnas Prioritas 2020, RUU Masyarakat Adat Butuh Lobi Enam Kementerian
Maria mengatakan, berselisihnya norma-norma yang diatur dalam berbagai UU terkait masyarakat adat dan hak-haknya, dinilainya sangat sporadis dan sumir.
Contohnya adalah hak-hak MHA atas wilayah yang dimilikinya, dengan UU Kehutanan yang membuat mereka dituduh sebagai pelaku perusakan hutan.
"Sebetulnya permasalahannya itu apa? Ini masalah lama. Salah satu penyakitnya, norma yang tidak bersesuaian dengan yang lain," kata dia.
Baca juga: Banyak Kriminalisasi Masyarakat Adat dengan Tuduhan Pembakaran Hutan
Maria kemudian mencontohkan UU Sumber Daya Alam (SDA) yang sifatnya memberikan kesempatan para pemodal untuk melakukan hal-hal ekstraktif atau mengambil sumber daya secara langsung.
Namun, kata dia, sifat ekstraktif itu tak berlaku bagi MHA karena UU tak memberikan hak yang sama kepada mereka seperti halnya para pemodal itu.
"UU mengizinkan (pemodal mengambil SDA langsung) tapi UU tidak memberikan hak yang sama kepada MHA yang sebagian besar hidupnya tergantung SDA," kata Maria.
Baca juga: Aktivis: Pemerintah yang Pro Investasi Ancaman bagi Masyarakat Adat
Menurut Maria, hal tersebut terjadi sejak orde baru yang menggulirkan industrialisme dan yang terkena pertama kali adalah masyarakat adat.
Sebelum muncul UU bersifat sektoral, kata dia, industri ekstraktif tidak terlalu tampak. Namun semua itu berubah sejak UU sektoral muncul sekitar tahun 1967.
"UU-nya tak melindungi (MHA), malah bertentangan sehingga UU Masyarakat Adat penting untuk memberikan kepastian hukum tentang kedudukan dan keberadaan MHA agar bisa tumbuh kembang secara wajar," kata dia.
Melalui UU Masyarakat Adat, kata dia, MHA bisa melakukan hak-haknya seperti berpartisipasi dalam hak politik, sosial, ekonomi, serta memperkaya budaya nusantara.
Mereka juga bisa turut melestarikan kearifan lokal di beberapa tempat agar menjadi kebudayaan nasional, termasuk meminimalisir bencana.
Termasuk ikut meningkatkan ketahanan sosial bagi masyarakat itu sendiri sebagai bagian dari ketahanan nasional.
Baca juga: Tak Ada Kejelasan, Pemerintah Dinilai Mengabaikan RUU Masyarakat Adat
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.