JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengakui bahwa saat ini Indonesia sedang mengalami kemunduran di bidang penegakan hukum dan pemberantasan korupsi jika dilihat secara keseluruhan.
Salah satu indikatornya adalah sejumlah vonis terhadap terdakwa kasus korupsi yang dinilai semakin hari semakin ringan.
"Kalau Anda melihat secara keseluruhan, itu ya, terjadi kemunduran di bidang penegakan (hukum), pemberantasan korupsi," kata Mahfud saat wawancara eksklusif dengan Kompas.com, Kamis (5/12/2019).
Baca juga: Menurut Mahfud, Kunci Pemberantasan Korupsi adalah Penyederhanaan Birokrasi
Contohnya yang terjadi pada Idrus Marham yang terjerat kasus suap proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1.
Dalam putusan kasasi Mahkamah Agung (MA), masa hukuman Idrus dipotong menjadi 2 tahun dari semula vonis 5 tahun penjara.
Contoh lain adalah vonis terhadap mantan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir yang divonis bebas atas kasus dugaan perbantuan dalam transaksi suap yang melibatkan mantan Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih dan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo terkait proyek PLTU Riau-1.
Majelis hakim menganggap Sofyan Basir tidak terbukti melakukan perbantuan atas transaksi suap yang melibatkan Eni dan Kotjo sebagaimana dakwaan jaksa KPK.
Baca juga: MA Potong Masa Hukuman Idrus Marham, PKS: Sinyal Buruk Pemberantasan Korupsi
Meski demikian, Mahfud memastikan bahwa eksekutif tidak campur tangan dalam lahirnya putusan-putusan tersebut.
"Tapi, kalau dilihat satu per satu, itu tidak ada peran pemerintah untuk itu. Yang membebaskan orang-orang dengan hukuman ringan itu kan bukan Pak Jokowi, tapi pengadilan. Masa mau salahkan Pak Jokowi? Yang membebaskan kan pengadilan," kata Mahfud.
Mahfud mengatakan, sebagai kepala negara dan pemerintahan, Presiden Jokowi sudah berkomitmen untuk tidak ikut campur dalam urusan putusan pengadilan.
Apabila dilakukan, kata Mahfud, hal tersebut melanggar Undang-Undang Dasar (UUD) karena bukan kewenangan Presiden untuk turut serta dalam hal itu.
"Kalau dilihat satu bangunan sistem pemberantasan, memang terjadi kemunduran sekarang. Tapi kalau dilihat satu struktur, itu bukan kesalahan Pak Jokowi. Pak Jokowi tidak ikut. Kami pemerintah tidak ikut campur di situ," kata dia.
Baca juga: Ketua KPK: Jangan-jangan Ada Strategi Pemberantasan Korupsi Baru dari Presiden
Bahkan, dengan kondisi kemunduran saat ini, Mahfud mengaku marah.
"Kalau Anda tanya saya marah enggak? Saya marah dengan keadaan sekarang. Hukumannya ringan, orang dibebaskan. Dikurangi hukuman. Sudah ringan masih dikurangi hukuman," ujar dia.
"Masih akan ada perubahan usul mengubah UU agar remisi diberikan kepada koruptor. Itu mundur secara umum, tapi ingat, itu kan bukan Pak Jokowi. Itu penegak-penegak hukum. Ada DPR-nya begitu, partainya begitu, MA-nya begitu," kata dia.
Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Sandiaga Uno mengapresiasi keputusan tegas Menteri BUMN Erick Thohir. Menurut Sandiaga, tindakan Erick Thohir sudah tepat dan bisa dijadikan pelajaran bagi semua perusahaan BUMN. Bagi Sandi, sudah menjadi tanggung jawab karyawan atau pengusaha di bawah BUMN untuk bekerja sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Pemerintah melayangkan surat denda kepada maskapai Garuda Indonesia terkait penyelundupan motor Harley Davidson dan sepeda Brompton. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyebut Direktorat Jenderal Perhubungan Udara sudah melayangkan surat denda kepada Garuda Indonesia.
Surat denda adalah terkait penyelundupan motor Harley Davidson dan sepeda lipat Brompton di dalam pesawat baru milik Garuda Indonesia. Bagi Menhub Budi Karya Sumadi, di dalam penerbangan, petugas harus mencatat daftar penumpang dan barang angkutan yang dibawa.