JAKARTA, KOMPAS.com - Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pencalonan Kepala Daerah merupakan jalan tengah atas polemik diperbolehkannya atau tidak mantan terpidana korupsi maju dalam pemilihan kepala daerah (pilkada).
Demikian diungkapkan Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung saat dijumpai di Jakarta, Minggu (8/12/2019).
"Ini jalan tengah, keinginan kita semua untuk mendorong penyelenggaraan pemerintahan yang lebih bersih dan sungguh-sungguh melawan korupsi, namun dalam penyusunan perundang-undangannya tidak saling bertentangan," kata Doli, sebagaimana dikutip Antara.
Baca juga: Pilkada 2020, KPU Minta Parpol Utamakan Calon Bukan Eks Koruptor
Diketahui, pasal 3A ayat 3 dan 4 PKPU Nomor 18 Tahun 2019 itu menyebutkan bahwa mengimbau partai politik mengusulkan calon kepala daerah yang tidak pernah menjadi terpidana kasus korupsi. Aturan itu merupakan aturan tambahan.
Doli memaparkan, KPU beberapa kali berkonsultasi dengan Komisi II DPR RI sebelum PKPU tersebut disahkan. KPU ingin memasukkan aturan larangan eks koruptor maju dalam pilkada.
"Lalu kami (Komisi II) katakan, tidak masalah asalkan tidak bertentangan dengan UU yang ada di atasnya," ujar Doli.
Akhirnya disepakatilah bahwa aturan eks koruptor dilarang mencalonkan diri dalam pilkada masuk ke peraturan tambahan.
Baca juga: Batal Larang Eks Koruptor Maju di Pilkada, Ini Penjelasan KPU
Isi PKPU Nomor 18/2019 merupakan harmonisasi antara KPU dengan Kementerian Hukum dan HAM sebagai pihak yang mengundangkan PKPU, agar aturan tersebut tidak bertentangan dengan UU di atasnya atau Keputusan MK terkait larangan tersebut.
Oleh karena itu, diambillah jalan tengah yaitu larangan terpidana kasus korupsi maju pilkada tidak dimasukkan dalam PKPU, namun mengimbau parpol tidak memberikan rekomendasi bagi calon yang pernah terjerat kasus korupsi.
"Ini jalan tengah tanpa mengurangi semangat untuk mendorong pemerintahan di daerah bersih dan bebas korupsi," kata dia lagi.
Setelah keluarnya PKPU 18/2019, tinggal parpol yang mempertimbangkan dan memutuskan calon kepala daerah yang diusungnya dalam pilkada berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
Sebelumnya, KPU membuat PKPU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas PKPU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
KPU hanya mengatur larangan untuk dua mantan terpidana ikut dalam pilkada, yaitu bukan mantan terpidana bandar narkoba dan bukan mantan terpidana kejahatan seksual terhadap anak yang tertuang dalam pasal 4 ayat H.
Baca juga: Pengamat: Mestinya yang Dibahas soal Eks Koruptor Maju Pilkada...
KPU menambahkan satu pasal di dalam PKPU yang mengimbau partai politik untuk mengutamakan bukan mantan terpidana korupsi, dan aturan ini dituangkan dalam pasal 3A ayat 3 dan 4.
Pasal 3A ayat 3 disebutkan bahwa: "Dalam seleksi bakal calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan/atau wali kota dan wakil wali kota secara demokratis dan terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengutamakan bukan mantan terpidana korupsi."
Lalu dalam pasal 3A ayat 4 disebutkan bahwa: "Bakal calon perseorangan yang dapat mendaftar sebagai calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan/atau wali kota dan wakil wali kota diutamakan bukan mantan terpidana korupsi.
Keluarga presiden Jokowi maju ke pilkada.
Kontestasi pemilihan wali kota Solo, Jawa Tengah menjadi wadah putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka.
Sementara itu, menantu Jokowi, Bobby Nasution siap menjajal peruntungan di pemilihan wali kota Medan, Sumatera Utara.
Setelah berpolemik dengan DPC PDIP Solo, Gibran akhirnya memilih mendaftar lewat DPD PDIP Jawa Tengah.
Politisi PDIP sekaligus Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengaku meminta Gibran terus berkomunikasi dengan ketua DPC PDIP Solo Rudi Hadyatmo yang sebelumnya merekomendasikan bakal calon walikota berbeda.
Di Medan, Sumatera Utara, Bobby Nasution, suami Kahiyang Ayu juga memilih jalur pendaftaran lewat DPD PDIP Sumatera Utara.
Bobby, membantah tudingan intervensi nama besar Jokowi di balik ambisi politik Gibran dan Bobby.
Mardani Ali Sera, ketua DPP PKS mengaku khawatir keduanya menyuburkan praktik nepotisme lewat politik dinasti.
Awal desember tahun lalu, Presiden Joko Widodo pernah mengungkap sikap dan potensi politik putra-putri nya.
Bobby Nasution disebut Jokowi lebih awal menunjukkan ketertarikannya terjun ke dunia politik.
Politik dinasti tak sepenuhnya berdampak negatif.
Konstitusi menjamin semua warga negara punya hak memilih dan dipilih.
Namun, melihat banyaknya calon kepala daerah yang dipilih parpol karena faktor popularitas atau hubungan kekerabatan.
Apakah fungsi ideal partai politik mulai memudar?
Dan bagaimana dinasti politik bisa terbebas dari nepotisme partai politik?