JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes menilai, alasan biaya mahal untuk menghapus pilkada langsung merupakan alasan lemah.
Hal itu disampaikan Arya dalam sebuah diskusi CSIS di Hotel Ibis Tamarin, Jakarta, Minggu (8/12/2019).
"Jadi alasan bahwa mengembalikan pilkada ke DPRD karena alasan biaya dan dana kampanye (mahal) lemah dari sisi argumentasi," ujar Arya.
Baca juga: Sebut Pilkada Langsung Sangat Mahal, Kemendagri: Anggaran Daerah Bisa Habis Setelah Pemilihan
Ia mengatakan, penyebab mahalnya biaya pilkada langsung dikarenakan biaya pencalonan yang tinggi.
Sebab, masih ada praktik pemberian mahar politik dari calon yang mengikuti pilkada ke partai politik.
Menurut Arya, hal ini juga akan terjadi apabila pemilihan dikembalikan ke DPRD.
Dengan demikian, menurut dia, mengembalikan pilkada langsung ke DPRD tak menyelesaikan persoalan tingginya biaya politik tersebut.
"Masih ada mahar politik. Kalau partai benahi lebih terbuka maka biaya di awal berkurang," ucap Arya.
Ia juga menilai, biaya politik selama ini sudah ditekan dengan penyediaan alat peraga kampanye oleh negara.
Baca juga: Tito Minta Polemik Pilkada Langsung dan Tak Langsung Dihentikan
Dengan demikian, kandidat bisa fokus menyiapkan kampanye yang efektif tanpa terbebani biaya penyediaan APK.
"Biaya tinggi ini juga sudah terjadi penghematan melalui regulasi yang mendukung, misalnya soal APK. Itu mengurangi biaya kampanye. Secara konstitusi sudah ada usaha untuk mengurangi biaya politik yang timbul di pilkada," kata dia.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan, salah satu alasan dirinya mengusulkan evaluasi pilkada secara langsung adalah karena biaya politik yang tinggi.
Tito menyampaikan, biaya politik mahal itu mulai dari dana yang dikeluarkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Bahkan, kata dia, calon kepala daerah juga mengeluarkan biaya tinggi.
Tito mengatakan, tidak ada yang gratis dalam pilkada langsung. Ia mencontohkan, seorang calon bupati bisa mengeluarkan biaya sebesar Rp 30 miliar untuk ikut pilkada.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.