JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Kontras Yati Andriyani mengatakan, pembentukan tim pencari fakta (TPF) bisa dijadikan alternatif untuk menuntaskan kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan.
Presiden, kata Yati, bisa mendorong terbentuknya TPF independen ini.
"Itu bisa jadi salah satu pilihan (tim independen) kalau Polri takut (mengungkap). Ya dia (Polri) tidak berhasil, sehingga saya rasa Presiden punya otoritas yang sangat punya legitimasi untuk mengeluarkan keputusan politik," ujar Yati di Kantor Kontras, Kwitang, Jakarta Pusat, Jumat (6/12/2019).
Baca juga: Polri Tunjuk Kabareskrim Baru, ICW: Jangan Sampai Kasus Novel Baswedan Jadi Piala Bergilir
Tujuannya, agar kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut menemui titik terang.
Sebab, Kontras menilai, Polri telah gagal dalam penanganan kasus Novel. Padahal, kasus Novel mewakili rasa keadilan publik, bukan hanya pribadi.
"Kami mendorong Pak Idham Aziz selaku Kapolri baru, jangan korbankan institusi anda untuk sekelompok orang atau untuk kepentingan pelaku. Apa pun itu temuan kasus ini sebaiknya dibuka jangan ditutupi," tambah Yati.
Diketahui, pembentukan TPF kasus Novel sebelumnya sudah dicetuskan Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera.
Mardani mengatakan, kasus penyiraman air keras terhadap Novel sudah layak mendapat perhatian lebih dari pemerintah.
Baca juga: Jokowi Dituntut Sampaikan Perkembangan Kasus Novel Baswedan
Dia menilai pembentukan TPF sudah layak dilakukan atas kasus ini.
"Kalau tidak salah sudah ketiga kalinya (perpanjangan penanganan kasus). Sehingga sudah sangat layak untuk membentuk TPF yang terdiri dari teman-teman independen sebagai tanda keseriusan pemerintah dalam menangani kasus ini, " ujar Mardani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (4/12/2012).
Menurut Mardani, belum adanya titik terang atas kasus ini hingga hampir dua tahun lamanya merupakan hal memalukan.
Sehingga PKS meminta Presiden Joko Widodo dan aparat hukum bersikap serius.
"Dua tahun ini sebenarnya memalukan dan kami sedih. Oleh karena itu kami imbau Pak Jokowi dan kepada teman aparat hukum yang bertugas ayo serius, ayo tuntaskan jangan ada yang ditutupi. Kalau ada kesalahan internal akui dan tindaklanjuti, " tegas Mardani.
Mardani mengingatkan bahwa kasus Novel sebaiknya tidak dipandang sebagai kasus personal.
Baca juga: Kasus Novel Baswedan Diminta Selesai Awal Bulan Ini, Kapolri Idham Azis Bungkam
Sebab, saat mengalami musibah penyiraman air keras, dirinya sedang menjalankan tugas negara.
"Pengabaian terhadap kasus Novel adalah pengabaian kepada orang yang ingin berkontribusi bagi negara. Novel ini jangan dilihat sebagai personal. Tapi dilihat sebagai kesepakatan bersama seluruh bangsa mengatakan korupsi adalah kejahatan luar biasa," tuturnya.
Sebagaimana diketahui, awal Desember 2019 menjadi tenggat waktu yang diberikan Presiden Joko Widodo kepada Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis untuk menuntaskan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.
Ini merupakan perpanjangan tenggat waktu yang sebelumnya diberikan Jokowi kepada mantan Kapolri, Jenderal Pol (Purn) Tito Karnavian.
Target kepada Tito diberikan Jokowi selama tiga bulan sejak 19 Juli, setelah tim gabungan pencari fakta yang dibentuk Tito gagal mengungkap kasus tersebut.
Baca juga: Kuasa Hukum Novel Baswedan Datangi Komnas HAM, Desak Kasus Ditindaklanjuti
Kendati demikian, kasus Novel belum juga menemukan titik terang hingga saat ini.
Sementara itu, Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis bungkam saat ditanya soal perkembangan kasus Novel.
Ditemui wartawan usai menghadiri Presidential Lecture Internalisasi dan Pembumian Pancasila, di Istana Negara, Jakarta, Selasa (3/12/2019), Idham Azis langsung buru-buru naik ke mobil golf bersama Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.
Ia hanya terdiam sambil jarinya menunjuk ke arah Istana saat wartawan mengajukan pertanyaan terkait kasus Novel Baswedan.
Setelah itu mobil golf yang membawa Idham dan Hadi langsung berjalan meninggalkan awak media.
Baca juga: Atas Permintaan Kuasa Hukum Novel Baswedan, Komnas HAM Surati Kapolri
Polri sendiri mengklaim bahwa tim teknis tersebut masih bekerja.
"Masih berjalan, masih dalam proses," ungkap Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Argo Yuwono di RS Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur, Senin (2/12/2019).
Ketika ditanya bagaimana masa depan tim teknis apabila melewati tenggat waktu tersebut, Argo mengatakan bahwa tim akan terus melakukan investigasi.
"Penyidikan tetap terus dilakukan," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.