Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Negara, Aparat dan Ormas Berperan atas Pembatasan Kebebasan Berkumpul

Kompas.com - 06/12/2019, 19:38 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Kontras Yati Andriyani mengatakan, negara, aparat keamanan dan organisasi kemasyarakatan (ormas) memiliki peran dalam berbagai praktik pembatasan kebebasan berkumpul oleh masyarat.

Khusus negara, pembatasan kebebasan berkumpul tersebut seringkali dilakukan melalui penciptaan ketakutan semu. Misalnya dengan memunculkan kembali isu bahaya laten komunisme.

"Ini realitas. Contohnya negara masih sering menciptakan ketakutan berlebihan. Kita ingat empat tahun terakhir ini isu kebangkitan komunisme seolah dihidupkan lagi," ujar Yati dalam konferensi pers di Kantor Kontras, Kwitang, Jakarta Pusat, Jumat (6/12/2019).

Baca juga: SKB Tentang Radikalisme ASN Berpeluang Langgar Kebebasan Berpendapat

Dengan demikian muncul persepsi yang berkembang di masyarakat bahwa setiap pertemuan dan diskusi membahas komunisme atau peristiwa 1965, harus segera diantisipasi.

"Sehingga nanti seolah ada kesepakatan secara tidak sadar masyarakat akan melakukan pembubaran (terhadap pertemuan atau diskusi itu). Padahal, kalau kita telusuri isu bangkitnya komunisme ini masih terlalu prematur untuk dijadikan justifikasi," tutur Yati.

Sementara, peran aparat keamanan, yakni TNI-Polri dalam membatasi kebebasan berkumpul seringkali dilakukan secara langsung dan tidak langsung.

Pembatasan secara langsung, misalnya dengan tak memberikan izin keramaian atau lewat pembubaran yang dilakukan aparat.

Baca juga: Jamin Kebebasan Beragama, Pemerintah Diminta Perbaiki Kualitas Kebijakan dan Penegakan Hukum

Pembatasan secara tidak langsung, misalnya pembiaran terhadap organisasi masyarakat tertentu yang melakukan tindakan persekusi, yakni dengan memberhentikan pertemuan, diskusi atau kegiatan sebuah kelompok.

"Dalam kondisi ini, ada hubungan simbisosis mutualisme di antara ormas dengan aparat keamanan. Mengapa bisa demikian? Tentu ada penyebabnya, " tutur Yati.

Salah satunya, karena pemahaman aparat keamanan soal azas kebebasan berkumpul yang masih rendah.

Kontras pernah mewawancara langsung dengan aparat keamanan. Hasil wawancara menunjukkan hal itu.

Aparat seringkali menggunakan kerangka berpikir mayoritas dan minoritas dalam menghadapi tekanan akan kebebasan berkumpul.

"Karena perspektif yang dibangun ini adalah kerangka mayoritas dan minoritas. Jika seperti ini terus, kondisi kebebasan berserikat dan berkumpul itu tetap tidak akan mengalami perubahan," lanjut dia.

Baca juga: Survei LSI, Menguatnya Tingkat Kepercayaan kepada Jokowi hingga Buruknya Kebebasan Sipil

Catatan Kontras menunjukkan, terjadi sebanyak 1.056 peristiwa pembatasan kegiatan berkumpul di muka umum sejak 2015 hingga 2018.

Data itu berasal dari 34 provinsi di Indonesia yang dikumpulkan dengan sejumlah metode, yakni pemantauan media, turun langsung ke daerah (Jawa Barat, Yogyakarta dan Papua) dan pemantauan lewat jejaring yang ada di daerah.

Halaman:


Terkini Lainnya

Arief Poyuono Ajukan Amicus Curiae, Harap MK Tolak Sengketa Pilpres

Arief Poyuono Ajukan Amicus Curiae, Harap MK Tolak Sengketa Pilpres

Nasional
Optimis Pertemuan Prabowo-Megawati Berlangsung, Gerindra Komunikasi Intens dengan PDI-P

Optimis Pertemuan Prabowo-Megawati Berlangsung, Gerindra Komunikasi Intens dengan PDI-P

Nasional
Dibantu Tony Blair Institute, Indonesia Percepat Transformasi Layanan Digital Pemerintah

Dibantu Tony Blair Institute, Indonesia Percepat Transformasi Layanan Digital Pemerintah

Nasional
Senat Mahasiswa Driyarkara Ajukan 'Amicus Curiae', Minta MK Kabulkan Sengketa Pilpres 2024

Senat Mahasiswa Driyarkara Ajukan "Amicus Curiae", Minta MK Kabulkan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Ditanya Progres Komunikasi dengan PKB dan PPP, Gerindra: Jos!

Ditanya Progres Komunikasi dengan PKB dan PPP, Gerindra: Jos!

Nasional
Ditanya Kemungkinan Gerindra Kembali Dukung Anies di Pilkada DKI, Gerindra: Anies Siapa?

Ditanya Kemungkinan Gerindra Kembali Dukung Anies di Pilkada DKI, Gerindra: Anies Siapa?

Nasional
Dituding Jadi Penghambat Pertemuan Megawati dengan Jokowi, Hasto: Apa Perlu Saya Bacakan Komentar Anak Ranting?

Dituding Jadi Penghambat Pertemuan Megawati dengan Jokowi, Hasto: Apa Perlu Saya Bacakan Komentar Anak Ranting?

Nasional
Survei LSI: Pemilih Anies dan Ganjar Tidak Puas dengan Penyelenggaraan Pemilu 2024

Survei LSI: Pemilih Anies dan Ganjar Tidak Puas dengan Penyelenggaraan Pemilu 2024

Nasional
Panglima TNI Minta Para Prajurit Tak Mudah Terprovokasi Berita-berita di Media Sosial

Panglima TNI Minta Para Prajurit Tak Mudah Terprovokasi Berita-berita di Media Sosial

Nasional
Anggota DPR Ihsan Yunus Irit Bicara Usai Diperiksa sebagai Saksi Kasus APD Covid-19

Anggota DPR Ihsan Yunus Irit Bicara Usai Diperiksa sebagai Saksi Kasus APD Covid-19

Nasional
Erupsi Gunung Ruang, TNI AL Kerahkan KRI Kakap-811 dan 400 Prajurit untuk Bantuan Kemanusiaan

Erupsi Gunung Ruang, TNI AL Kerahkan KRI Kakap-811 dan 400 Prajurit untuk Bantuan Kemanusiaan

Nasional
Pertemuan Prabowo dan Menlu China Berlangsung Tertutup di Kemenhan

Pertemuan Prabowo dan Menlu China Berlangsung Tertutup di Kemenhan

Nasional
Menlu Retno Telepon Menlu Hongaria Bahas soal Iran-Israel

Menlu Retno Telepon Menlu Hongaria Bahas soal Iran-Israel

Nasional
Bahlil Ungkap UEA Minat Investasi Panel Surya di IKN

Bahlil Ungkap UEA Minat Investasi Panel Surya di IKN

Nasional
Petugas 'Ad Hoc' Pilkada Akan Beda dengan Pilpres, KPU Buka Rekrutmen Lagi

Petugas "Ad Hoc" Pilkada Akan Beda dengan Pilpres, KPU Buka Rekrutmen Lagi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com