Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Prioritaskan Omnibus Law ketimbang RKUHP

Kompas.com - 05/12/2019, 12:28 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyatakan, pemerintah bakal lebih memprioritaskan pembahasan omnibus law daripada Rancangan KUHP (RKUHP).

"Iya, tentunya dia (RKUHP) kan masuk carry over. Tapi yang masuk skala superprioritas adalah super-omnibus law. Setelah itu nanti kita akan bahas (RKUHP)," kata Yasonna saat ditemui di Hotel Sari Pacific, Jakarta, Kamis (5/12/2019).

Yasonna mengatakan, pemerintah akan membahas ulang 14 pasal bermasalah dalam Rancangan RKUHP bersama DPR.

Baca juga: Pemerintah Bakal Serahkan Draf RUU Omnibus Law ke DPR Januari 2020

Beberapa di antaranya ialah pasal mengenai penghinaan terhadap presiden, zina, dan pasal-pasal lain semisal hukuman bagi seseorang yang unggasnya memasuki dan mengotori rumah orang lain.

Ada pula pasal mengenai aborsi yang juga akan dibahas ulang lantaran menimbulkan pemahaman yang kontroversial.

"Kan ada kemarin yang berdebat-berdebat itu. 14 poin yang dibikin di koran. Walaupun banyak itu. Poin-poin itu yang karena tidak paham. Karena tidak mengerti (publik)," kata Yasonna.

Baca juga: Rapat Komisi III, Menkumham Minta Beberapa Pasal RKUHP Dibahas Ulang

"Lalu ada beberapa yang salah mengerti tentang aborsi. Ada beberapa. Enggak banyak apa yang kita buat di yang lalu. Setelah kita jelaskan, misalnya mengenai gelandangan, mengenai unggas, itu kan salah paham aja. (Kalau) tidak ngerti baca saja (RKUHP)," lanjut politisi PDI-P itu.

Sebelumnya, Ketua Komisi III DPR RI Herman Hery mengatakan bahwa pihaknya akan lebih dulu menyosialisasikan RKUHP dan RUU Pemasyarakatan sebelum pengesahan.

Herman mengatakan, sosialisasi itu bakal dilakukan ke berbagai kelompok masyarakat, seperti ke kampus-kampus.

Hal ini mengingat ada beberapa kelompok masyarakat yang sempat menolak pengesahan kedua RUU itu.

Baca juga: Kemenkeu Sudah Rampungkan Dokumen Perpajakan Untuk Realisasi UU Omnibus Law

Ia menyebutkan, substansi yang disosialisasikan tentang RUU tersebut tidak berbeda dengan rancangan undang-undang yang sebelumnya sempat ditunda pengesahannya.

Namun demikian, substansi itu bukan tidak mungkin berubah. Hal ini, kata Herman, juga bergantung dari hasil sosialisasi.

"Tanpa ada perubahan substansi, sosialisasikan. Nanti kalau dalam sosialisasi ada hasil yang menurut kita substansinya sangat prinsip, bisa kita pikirkan. Kan negara ini tidak semuanya harus saklek hitam putih. Kita lihat hasil dari sosialisasi kita bisa dapat masukan," ujar Herman. 

 

Kompas TV Presiden Joko Widodo akan melakukan pengurangan eselon, Eselon III dan Eselon IV akan dipotong. Presiden Joko Widodo juga telah memerintahkan kepada menteri pemberdayaan aparatur negara dan reformasi birokrasi untuk mengganti dengan AI (<em>artificial intelligence</em>). Presiden Joko Widodo yakin dengan penggunaan AI (<em>artificial intelligence</em>) akan mempercepat birokrasi. Namun rencana ini semua bergantung dari lolosnya <em>Omnibus Law</em> yang diajukan ke DPR RI. #PresidenJokoWidodo #ArtificialIntelligence #Kompas100CEOForum
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com