JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyatakan, pemerintah bakal lebih memprioritaskan pembahasan omnibus law daripada Rancangan KUHP (RKUHP).
"Iya, tentunya dia (RKUHP) kan masuk carry over. Tapi yang masuk skala superprioritas adalah super-omnibus law. Setelah itu nanti kita akan bahas (RKUHP)," kata Yasonna saat ditemui di Hotel Sari Pacific, Jakarta, Kamis (5/12/2019).
Yasonna mengatakan, pemerintah akan membahas ulang 14 pasal bermasalah dalam Rancangan RKUHP bersama DPR.
Baca juga: Pemerintah Bakal Serahkan Draf RUU Omnibus Law ke DPR Januari 2020
Beberapa di antaranya ialah pasal mengenai penghinaan terhadap presiden, zina, dan pasal-pasal lain semisal hukuman bagi seseorang yang unggasnya memasuki dan mengotori rumah orang lain.
Ada pula pasal mengenai aborsi yang juga akan dibahas ulang lantaran menimbulkan pemahaman yang kontroversial.
"Kan ada kemarin yang berdebat-berdebat itu. 14 poin yang dibikin di koran. Walaupun banyak itu. Poin-poin itu yang karena tidak paham. Karena tidak mengerti (publik)," kata Yasonna.
Baca juga: Rapat Komisi III, Menkumham Minta Beberapa Pasal RKUHP Dibahas Ulang
"Lalu ada beberapa yang salah mengerti tentang aborsi. Ada beberapa. Enggak banyak apa yang kita buat di yang lalu. Setelah kita jelaskan, misalnya mengenai gelandangan, mengenai unggas, itu kan salah paham aja. (Kalau) tidak ngerti baca saja (RKUHP)," lanjut politisi PDI-P itu.
Sebelumnya, Ketua Komisi III DPR RI Herman Hery mengatakan bahwa pihaknya akan lebih dulu menyosialisasikan RKUHP dan RUU Pemasyarakatan sebelum pengesahan.
Herman mengatakan, sosialisasi itu bakal dilakukan ke berbagai kelompok masyarakat, seperti ke kampus-kampus.
Hal ini mengingat ada beberapa kelompok masyarakat yang sempat menolak pengesahan kedua RUU itu.
Baca juga: Kemenkeu Sudah Rampungkan Dokumen Perpajakan Untuk Realisasi UU Omnibus Law
Ia menyebutkan, substansi yang disosialisasikan tentang RUU tersebut tidak berbeda dengan rancangan undang-undang yang sebelumnya sempat ditunda pengesahannya.
Namun demikian, substansi itu bukan tidak mungkin berubah. Hal ini, kata Herman, juga bergantung dari hasil sosialisasi.
"Tanpa ada perubahan substansi, sosialisasikan. Nanti kalau dalam sosialisasi ada hasil yang menurut kita substansinya sangat prinsip, bisa kita pikirkan. Kan negara ini tidak semuanya harus saklek hitam putih. Kita lihat hasil dari sosialisasi kita bisa dapat masukan," ujar Herman.