JAKARTA, KOMPAS.com - Litbang Kompas merilis hasil riset untuk Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM).
Hasil survei menunjukkan bahwa publik meragukan pemerintahan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin dapat menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM masa lalu, tepatnya kasus penculikan aktivis.
Selain itu, publik kurang mengetahui kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
Survei juga menunjukkan bahwa nuansa politik menjadi hambatan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu.
Riset Litbang Kompas ini dilaksanakan pada 23 September 2019 hingga 4 Oktober 2019 dengan jumlah responden sebanyak 1.200 orang dan sampling error 2,8 persen.
Baca juga: KKR Dihidupkan Lagi, Mahfud Pastikan Keluarga Korban Kasus HAM Dilibatkan
Riset itu dilakukan di 34 provinsi di Indonesia dengan metodologi face to face interview, yakni menggunakan kuesioner dengan durasi wawancara maksimal 60 menit.
Mengenai pemerintahan Jokowi-Ma'ruf diragukan menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM masa lalu, survei menunjukkan bahwa keraguan itu muncul hanya dalam penyelesaian kasus penculikan aktivis tahun 1997-1998.
Sebanyak 51,7 persen menilai bahwa Jokowi tak mampu menyelesaikan kasus penculikan aktivis 1997-1998 dan 13,8 persen responden menganggap sangat tidak mampu.
Adapun, responden yang menjawab mampu, sebanyak 34,5 persen.
"Makanya tergantung Presiden mau tidak selesaikan sesuai harapan publik," kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam saat pengumuman hasil riset Litbang Kompas untuk Komnas HAM yang dirilis pada Rabu (4/12/2019) di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat.
Baca juga: Usut Kasus HAM Masa Lalu, Pemerintah Ingin Hidupkan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
Selain kasus penculikan aktivis 1997-1998, terdapat tiga kasus lain yang juga diteliti Litbang Kompas.
Ketiganya, yakni penembakan misterius 1982-1985, peristiwa Semanggi-Trisakti 1998 dan kerusuhan 1997.
Untuk kasus penembakan misterius, sebanyak 42,6 persen responden menyatakan bahwa Jokowi-Ma'ruf tak mampu tuntaskan kasus itu. Sebanyak 7,2 persen responden menyatakan sangat tidak mampu.
Sebanyak 48 persen responden menyatakan mampu.
Kemudian untuk kasus penembakan Trisakti-Semanggi 1998, sebanyak 41,8 persen responden menilai bahwa Jokowi-Ma'ruf tidak mampu menuntaskannya.