JAKARTA, KOMPAS.com – Mahkamah Agung (MA) meringankan hukuman yang harus dijalani mantan Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar, Idrus Marham pada Senin (2/12/2019).
Dalam putusan kasasi, Idrus Marham yang semula dihukum lima tahun penjara di tingkat banding, justru hanya dijatuhi hukuman dua tahun penjara.
Pada 23 April lalu, Pengadilan Tipikor Jakarta memutus mantan Menteri Sosial itu bersalah dalam kasus suap terkait kesepakatan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mulut Tambang Riau 1.
Vonis tiga tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider dua bulan kurungan dijatuhkan kepada Idrus.
Meski demikian, vonis tersebut jauh di bawah tuntutan yang diajukan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Mengadili, menyatakan Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata Ketua Majelis Hakim Yanto saat membacakan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Baca juga: MA Potong Masa Hukuman Idrus Marham, PKS: Sinyal Buruk Pemberantasan Korupsi
Dalam tuntutannya, KPK mengajukan lima tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider empat tahun penjara. Dalam pertimbangannya, hakim
Dalam pertimbangan, hakim menyatakan, apa yang dilakukan Idrus tidak mendukung pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi. Selain itu, ia juga tidak mengakui perbuatannya.
Hakim menilai, Idrus terbukti menerima suap Rp 2,250 miliar. Uang tersebut diberikan oleh pengusaha sekaligus salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo.
Dalam kasus ini, Idrus terbukti menerima suap bersama-sama Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih. Eni merupakan anggota Fraksi Partai Golkar.
Pemberian uang tersebut agar Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1.
Baca juga: KPK Akan Pelajari Vonis 3 Tahun Penjara Idrus Marham
Proyek tersebut rencananya akan dikerjakan PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Company Ltd yang dibawa oleh Kotjo.
Eni beberapa kali mengadakan pertemuan antara Kotjo dan pihak-pihak terkait, termasuk Direktur Utama PLN Sofyan Basir. Hal itu dilakukan Eni untuk membantu Kotjo mendapatkan proyek PLTU.
Menurut hakim, penyerahan uang dari Kotjo kepada Eni atas sepengetahuan Idrus Marham. Idrus saat itu mengisi jabatan ketua umum Golkar, karena Setya Novanto tersangkut kasus korupsi pengadaan e-KTP.
Idrus Marham saat itu terbukti berperan atas pemberian uang dari Kotjo yang digunakan untuk membiayai Musyawarah Nasional Luar Biasa atau Munaslub Partai Golkar.
Baca juga: Selain Idrus Marham, 4 Kasus Pengurangan Hukuman Koruptor Pada PK 2019
Idrus juga meminta agar Kotjo membantu keperluan pendanaan suami Eni Maulani saat mengikuti pemilihan kepala daerah.
Idrus terbukti melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Hukuman Idrus kemudian diperberat pada tingkat banding di Pengadilan Tinggi Jakarta menjadi lima tahun dan denda Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan.
"Membatalkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 9/Pid.Sus-TPK/2019/PN.JKT.PST tanggal 23 April 2019 yang dimintakan banding tersebut. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Idrus Marham dengan pidana penjara selama 5 tahun," demikian bunyi amar putusan seperti dilansir dari laman PN Jakarta Pusat, pada 18 Juli lalu.
KPK pun mengapresiasi putusan banding itu. Menurut jaksa KPK Lie Putra Setiawan, vonis yang dijatuhkan sudah sesuai dengan tuntutan jaksa.
"Pidana yang dijatuhkan sudah sesuai tuntutan kami, tapi kami belum cek pasalnya. Semoga sama dengan tuntutan kami," kata Lie saat dikonfirmasi, Kamis.
Baca juga: Hukuman Idrus Marham Diperberat Jadi 5 Tahun Penjara
Majelis hakim MA kemudian menjatuhkan hukuman yang lebih ringan dibandingkan putusan banding dan tuntutan yang diajukan jaksa KPK.
Dalam putusannya, majelis hakim yang diketuai Suhadi menyatakan mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan Idrus dan membatalkan putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Tinggi Jakarta.
"Kemudian MA menjatuhkan pidana kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 2 tahun denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan," kata Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro dalam keterangan tertulis, Selasa (3/12/2019).
"Menurut majelis hakim kasasi, kepada Terdakwa lebih tepat diterapkan dakwaan melanggar Pasal 11 UU Tipikor yaitu menggunakan pengaruh kekuasaannya sebagai Plt Ketua Umum Golkar," ujar dia.
Baca juga: Ini Kata Pimpinan KPK soal Keringanan Hukuman untuk Idrus Marham
Hal itu disebabkan, terang Andi, mulanya Eni Maulani Saragih melaporkan perkembangan proyek PLTU MT Riau-1 tidak lagi kepada Setya Novanto lantaran terjerat kasus korupsi e-KTP.
Eni justru melaporkan perkembangan kasus itu kepada Idrus yang saat itu menjabat sebagai Plt Ketua Umum Golkar, agar dirinya tetap mendapat perhatian dari Johanes Budisutrisno Kotjo.
"Serta saksi Eni Maulani Saragih menyampaikan kepada Terdakwa kalau dirinya akan mendapatkan fee dalam mengawal proyek PLTU MT Riau-1," ujar Andi.
Di lain pihak, penasihat hukum Idrus, Samsul Huda mengapresiasi putusan MA yang mengabulkan permohonan kasasi kliennya.
Menurut Samsul, seharusnya Idrus diputus bebas karena tidak tahu menahu soal proyek PLTU Riau-1. Ia melihat nama kliennya hanya dicatut mantan Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih demi mendapatkan commitment fee.
"Fakta persidangan jelas bahwa proyek ini sudah diatur oleh orang lain. Idrus Marham juga sama sekali tidak tahu terjadi suap menyuap dalam proyek tersebut," kata dia.
Baca juga: MA Potong Masa Hukuman Idrus Marham, Politisi Golkar: Alhamdulillah, Saya Bersyukur
Sementara itu, KPK kecewa atas putusan yang dijatuhkan MA.
"Kalau dilihat, dibandingkan putusan dua tahun dengan putusan di tingkat banding, apalagi dengan tuntutan KPK, tentu wajar bila kami sampaikan KPK cukup kecewa dengan turun secara signifikannya putusan di tingkat kasasi ini," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Selasa (3/12/2019).
Meski demikian, Febri menuturkan, putusan kasasi di MA merupakan putusan yang berkekuatan hukum tetap sehingga KPK pun tetap menghormati putusan tersebut. Hingga kini KPK sendiri belum mempertimbangkan peninjauan kembali atas putusan tersebut.
Namun, ia menyebut KPK siap melaksanakan putusan MA.
Sumber: Kompas.com (Penulis : Abba Gabrillin, Dylan Aprialdo Rachman, Ardito Ramadhan)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.