Idrus juga meminta agar Kotjo membantu keperluan pendanaan suami Eni Maulani saat mengikuti pemilihan kepala daerah.
Idrus terbukti melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Hukuman Idrus kemudian diperberat pada tingkat banding di Pengadilan Tinggi Jakarta menjadi lima tahun dan denda Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan.
"Membatalkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 9/Pid.Sus-TPK/2019/PN.JKT.PST tanggal 23 April 2019 yang dimintakan banding tersebut. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Idrus Marham dengan pidana penjara selama 5 tahun," demikian bunyi amar putusan seperti dilansir dari laman PN Jakarta Pusat, pada 18 Juli lalu.
KPK pun mengapresiasi putusan banding itu. Menurut jaksa KPK Lie Putra Setiawan, vonis yang dijatuhkan sudah sesuai dengan tuntutan jaksa.
"Pidana yang dijatuhkan sudah sesuai tuntutan kami, tapi kami belum cek pasalnya. Semoga sama dengan tuntutan kami," kata Lie saat dikonfirmasi, Kamis.
Baca juga: Hukuman Idrus Marham Diperberat Jadi 5 Tahun Penjara
Majelis hakim MA kemudian menjatuhkan hukuman yang lebih ringan dibandingkan putusan banding dan tuntutan yang diajukan jaksa KPK.
Dalam putusannya, majelis hakim yang diketuai Suhadi menyatakan mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan Idrus dan membatalkan putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Tinggi Jakarta.
"Kemudian MA menjatuhkan pidana kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 2 tahun denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan," kata Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro dalam keterangan tertulis, Selasa (3/12/2019).
"Menurut majelis hakim kasasi, kepada Terdakwa lebih tepat diterapkan dakwaan melanggar Pasal 11 UU Tipikor yaitu menggunakan pengaruh kekuasaannya sebagai Plt Ketua Umum Golkar," ujar dia.
Baca juga: Ini Kata Pimpinan KPK soal Keringanan Hukuman untuk Idrus Marham
Hal itu disebabkan, terang Andi, mulanya Eni Maulani Saragih melaporkan perkembangan proyek PLTU MT Riau-1 tidak lagi kepada Setya Novanto lantaran terjerat kasus korupsi e-KTP.
Eni justru melaporkan perkembangan kasus itu kepada Idrus yang saat itu menjabat sebagai Plt Ketua Umum Golkar, agar dirinya tetap mendapat perhatian dari Johanes Budisutrisno Kotjo.
"Serta saksi Eni Maulani Saragih menyampaikan kepada Terdakwa kalau dirinya akan mendapatkan fee dalam mengawal proyek PLTU MT Riau-1," ujar Andi.
Di lain pihak, penasihat hukum Idrus, Samsul Huda mengapresiasi putusan MA yang mengabulkan permohonan kasasi kliennya.
Menurut Samsul, seharusnya Idrus diputus bebas karena tidak tahu menahu soal proyek PLTU Riau-1. Ia melihat nama kliennya hanya dicatut mantan Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih demi mendapatkan commitment fee.