Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Penggunaan Teknologi Pemilu, Pimpinan Komisi II Tekankan Pentingnya Perbaikan Regulasi

Kompas.com - 03/12/2019, 18:23 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil ketua Komisi II DPR Saan Mustopa menekankan pentingnya perbaikan regulasi ketika Indonesia ingin mengembangkan penggunaan teknologi untuk Pemilu di masa depan nanti.

Hal itu disampaikan Saan dalam diskusi dan peluncuran buku bertajuk "Panduan Penerapan Teknologi Pungut Hitung untuk Indonesia" di Upnormal Coffee Roasters, Jakarta, Selasa (3/12/2019).

"Kita sedang mempersiapkan diri untuk revisi undang-undang Pemilu itu. Pertama, adalah teknologi terkait soal selain transparansi itu, ada efisiensi, ada efektivitas," kata Saan dalam paparannya.

Baca juga: Indonesia Diharapkan Mulai Kaji Penggunaan Teknologi Pungut Hitung untuk Pemilu Masa Depan

Ia menilai, pengembangan penggunaan teknologi penting dalam meningkatkan kualitas Pemilu.

Pengembangan itu juga ditujukan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan zaman yang semakin canggih.

"Kita banyak pengalaman yang dilakukan Komisi II ke daerah-daerah dengan geografis yang luar biasa, itu kalau misal kita masih mengabaikan teknologi itu tingkat kecepatan kita mendapatkan hasil itu susah kita dapatkan," katanya.

Baca juga: Ketua KPU Akui Penyelenggaraan Pemilu Masih Prosedural, Bukan Substansial

Saan menyatakan, pihaknya terus berupaya menampung berbagai masukan dari sejumlah pihak soal pengembangan penggunaan teknologi dalam Pemilu ke depan.

"Kebetulan UU Pemilu ini rencana untuk Pemilu 2024 kita masukan dalam Prolegnas Prioritas, jadi di 2020 bisa mulai dibahas sehingga 2021 sudah selesai, menjadi undang-undang," ujar dia.

Menurut Saan, salah satu wacana yang berkembang adalah pemanfaatan teknologi electronic recapitulation atau e-Recap untuk mempercepat proses rekapitulasi hasil pemungutan dan penghitungan suara.

"Ini mungkin yang berkembang wacananya terkait e-Recap ya. Kita ingin tidak terlalu banyak tempat, apalagi pengalaman 2014 itu tahapannya banyak. Ini selain tidak efisien dan efektif serta belum cepat untuk mendapatkan hasil Pemilu. Dan potensi manipulasi itu sangat terbuka," kata politisi Nasdem itu.

Baca juga: KPU Akan Petakan TPS yang Siap Gunakan e-Rekap di Pilkada 2020

"Kita ingin misalnya nanti kalau sama-sama ingin gunakan e-Recap bisa meringkas tahapan yang dilalui dan menjadi efisien dan transparan," lanjut Saan.

Meski demikian, Saan menegaskan bahwa penggunaan teknologi semacam ini perlu memiliki pertimbangan serta payung hukum yang jelas dan memadai.

Sebab, jika terjadi sebaliknya, akan menjadi persoalan baru yang mengganggu Pemilu itu sendiri.

"Potensi dispute-nya, persoalan, sengketa dan sebagainya akan mudah menjadi persoalan baru. Karena kalau tidak ada payung hukumnya, jadi malah nantinya merusak pemilunya sendiri," tegas dia.

Kompas TV 20 Oktober lalu, Presiden Jokowi dan Wapres Maruf Amin dilantik. Artinya baru sekitar 1 bulan Jokowi dan Maruf Amin bekerja. Kini muncul wacana memperpanjang masa jabatan presiden lewat amendemen terbatas Undang-Undang Dasar 1945. Entah dari mana munculnya wacana ini, karena di MPR sendiri belum ada pembahasan resminya. <br /> Wakil ketua DPR dari fraksi gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, menyampaikan, gerindra tidak setuju jika amendemen UUD &lsquo;45 nantinya akan menyentuh urusan masa jabatan presiden. Dasco menyatakan, gerindra akan memilih tidak ikut membahasnya. Senada dengan gerindra, partai demokrat tidak setuju jika masa jabatan presiden diperpanjang. Wakil ketua MPR yang juga ketua umum partai demokrat, Syarief Hasan menyatakan, 2 kali 5 tahun adalah durasi maksimal presiden Indonesia. Yang menarik, PDIP sebagai partai tempat Presiden Jokowi bernaung juga tidak setuju jika masa jabatan presiden diubah. Wakil ketua MPR yang juga ketua DPP PDIP, Ahmad Basarah menilai, tidak ada urgensinya, mengubah masa jabatan presiden. Di saat usia pemerintahan Jokowi-Maruf Amin yang terbilang baru, rasanya pencapaian kinerja dan perbaikan kesejahteraan masyarakat lebih layak ditunggu masyarakat dibanding melempar wacana perubahan durasi kekuasaan, di pemilu 5 tahun lagi.<br />
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com