JAKARTA, KOMPAS.com – Wacana penghapusan ujian nasional kembali mencuat setelah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengungkapkan hal tersebut di kantornya pada Sabtu (30/11/2019) lalu.
Nadiem mengatakan, banyak aspirasi dari guru, murid, dan para orang tua agar pelaksanaan ujian nasional dikaji ulang.
Pasalnya, pelaksanaan ujian yang menjadi syarat penentu kelulusan siswa ini dianggap memberikan dampak negatif.
Mulai dari melonjaknya tingkat stres siswa pada saat persiapan hingga pelaksanaan, serta timbulnya rasa kekhawatiran yang berlebihan ketika ujian dilangsungkan.
Namun, Nadiem menyatakan, wacana penghapusan ini tidak serta merta menghilangkan keberadaan UN.
Nantinya pemerintah akan mencari formula yang lebih baik untuk menentukan sistem kelulusan bagi siswa.
"Jadi bukan semuanya ini wacana menghapus saja, tapi juga wacana memperbaiki esensi dari UN itu sebenarnya apa. Apakah menilai prestasi murid atau menilai prestasi sistem," kata Nadiem.
Baca juga: Wakil Ketua Komisi X Usul UN Diganti Asesmen Berkala
Menanggapi wacana tersebut, pengamat pendidikan Darmaningtyas menilai, kali ini penghapusan UN sangat mungkin untuk dilaksanakan.
Sebelumnya, wacana penghapusan sistem ujian yang diperkenalkan pertama kali oleh Menteri Pendidikan era Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid I, Bambang Sudibyo pada 2005 ini, sudah kerap muncul.
Ketika Bambang digantikan M Nuh pada periode kedua KIB, wacana tersebut kembali muncul.
Demikian halnya saat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat masih menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada periode Kabinet Kerja.
Saat itu, Anies menyebut, UN tidak lagi menjadi penentu kelulusan siswa. Wacana itu kembali dilanjutkan Muhadjir Effendy yang menggantikan Anies pada 2017. Ketika itu, ia menyebut pelaksanaan UN 2017 akan dimoratorim.
Baca juga: Jika UN Dihapus, Apa Pengganti Idealnya?
Meski demikian, wacana itu kandas setelah Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan tidak setuju dengan kebijakan tersebut.
"Menteri yang kemarin (Mendikbud sebelum Nadiem) sudah mau menghapus, tapi kan Pak JK keberatan. Pak Jokowi sudah setuju, tapi kan Pak JK kan tidak setuju. Sekarang kan Pak JK sudah enggak ada (tidak menjabat), jadi saya kira harus sudah punya keberanian untuk menghapus," ujar Darmaningtyas, saat dihubungi Kompas.com, Minggu (1/12/2019).
Ia menilai, keputusan penghapusan UN akan sangat bergantung pada keberanian menteri yang menjabat dan izin dari pemimpin negara sebagai atasannya.