JAKARTA, KOMPAS.com – Upaya sejumlah mahasiswa membatalkan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) hasil revisi pupus di tangan Mahkamah Konstitusi.
Persoalannya sederhana, para mahasiswa tersebut salah mencantumkan nomor UU yang diajukan sebagai obyek uji materi.
MK pun menolak melanjutkan pengujian dan menyatakan gugatan yang diajukan pemohon salah obyek atau error in objecto.
Dalam permohonan pengujian yang diajukan, nomor yang diajukan yaitu UU Nomor 16 Tahun 2019. Sementara itu, UU KPK setelah direvisi diketahui merupakan UU Nomor 19 Tahun 2019.
Baca juga: Permohonan Uji Materil dan Formil UU KPK Baru Ditolak, Wakil Ketua KPK Hormati MK
Adapun UU 16/2016 merupakan perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
"Permohonan para pemohon mengenai pengujian UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK adalah salah obyek, error in objecto," kata Ketua Majelis Hakim MK Anwar Usman di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (28/11/2019).
Mahkamah selanjutnya tidak mempertimbangkan lagi pasal-pasal yang dimohonkan pemohon.
Baca juga: MK Tolak Uji Materi UU KPK, Kuasa Hukum Pemohon Tak Terkejut
Sebab, tidak ada relevansi antara UU Nomor 16 Tahun 2019 dengan UU Nomor 30 Tahun 2002 atau UU Nomor 19 Tahun 2019.
"Dengan demikian, pokok permohonan yang berkaitan dengan norma pada UU Nomor 30 Tahun 2002 tidak akan dipertimbangkan lebih lanjut," kata Hakim Enny Nurbaningsih.
Menanggapi putusan tersebut, para mahasiswa melalui kuasa hukumnya, Zico Leonard Djagardo Simanjuntak, menyatakan, kesalahan itu terjadi akibat proses pengajuan berkas dilaksanakan pada 14 Oktober 2019.
Sementara itu, UU KPK hasil revisi baru diberi nomor oleh pemerintah pada 17 Oktober 2019.
Baca juga: Uji Materi UU KPK Ditolak, Pemohon Akan Laporkan Hakim ke Dewan Etik MK
Ia berdalih, pemohon ingin segera mengajukan gugatan karena mengetahui proses persidangan di MK berjalan cukup lama sehingga pihaknya menggunakan nomor perkiraan, sebelum nomor resmi dari pemerintah terbit.
Selain itu, ia menambahkan, pihaknya ingin MK segera membatalkan UU KPK hasil revisi karena tak ingin Presiden melantik dewan pengawas KPK yang pembentukannya diatur dalam UU hasil revisi itu.
"Karena itu, kami memajukan (gugatan) dengan segera, tapi tetap dengan memakai strategi, kami sudah memperhitungkan hari sidang," kata Zico.
Pelanggaran etik
Zico menduga telah terjadi pelanggaran etik di dalam proses persidangan. Hal itu disebabkan lantaran dimajukannya jadwal sidang pertama. Semula, sidang akan digelar pada 9 Oktober, tetapi kemudian MK memajukannya menjadi 30 September 2019.
Baca juga: Penjelasan Pihak Pemohon Uji Materi Salah Tuliskan Nomor UU KPK
Saat itu, permohonan yang diajukan belum diberi nomor karena belum diregistrasi oleh Kementerian Hukum dan HAM. Dengan adanya revisi jadwal sidang pertama, maka batas akhir penyerahan perbaikan pun menjadi maju.
Pemohon diberi waktu 14 hari hingga 14 Oktober 2019 setelah sidang pertama untuk memperbaiki berkas permohonannya. Padahal, pada tanggal tersebut, UU KPK belum juga diregistrasi dan diberi nomor.
Panitera MK juga kembali memajukan jadwal sidang kedua. Dari yang semula akan digelar pada 23 Oktober 2019, menjadi 14 Oktober 2019.
Baca juga: Tolak Uji Materi UU KPK, MK Nilai Permohonan Salah Objek
Namun, kala itu Zico dan rekanannya menolak dengan alasan menunggu UU KPK diberi nomor. Tetapi, panitera MK meminta agar pemohon tetap mengikuti jadwal sidang sehingga kesepakatan pun diambil.
Pada berkas permohonan perbaikan, dituliskan pemohon mengajukan uji materiil dan formil UU KPK, dengan catatan Nomor 16 Tahun 2019.
Zico mengatakan, kala itu, panitera menjanjikan kepada pihaknya untuk mengganti pencatatan nomor UU KPK dalam berkas permohonan ketika sidang kedua.
Baca juga: MK Tolak Permohonan Uji Materil dan Formil UU KPK Hasil Revisi
Ternyata, dalam persidangan majelis hakim tak mengizinkan pemohon mengganti catatan nomor UU KPK hasil revisi.
"Padahal, MK yang memajukan, MK yang tidak mau menerima. Padahal, kami sudah ada bukti itu kesepakatan. Di surat panggilan kami masih ditulis putusan (atas permohonan) UU Nomor 19 Tahun 2019," ujar Zico.
Zico dan rekanannya sempat bersurat ke MK sebanyak dua kali untuk menanyakan alasan dimajukannya jadwal persidangan. Namun, surat itu tak berbalas.
Pesimistis gugatannya akan diterima, ia pun mencabut permohonan mereka pada 19 November 2019. Namun, MK tetap menjadwalkan persidangan pembacaan putusan permohonan Zico.
Atas hal tersebut, Zico pun berencana melaporkan para majelis hakim ke Dewan Etik MK.
Baca juga: MK Tolak Permohonan Uji Materil dan Formil UU KPK Hasil Revisi
MK pun mempersilakan siapa saja pihak untuk mengajukan laporan bila memang ditemukan adanya indikasi pelanggaran kode etik.
Namun demikian, MK menilai, akan repot jadinya jika seluruh permohonan yang ditolak berujung pada pelaporan hakim ke Dewan Etik oleh pemohon.
"Kalau semua permohonan yang ditolak lalu direspons dengan laporan ke Dewan Etik, ya repot juga kan. Tapi ya silakan saja, ditempuh mekanisme yang ada," kata Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono kepada Kompas.com.
Berharap perppu
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang angkat suara soal hasil putusan uji materi MK.
"Normatifnya kami hargai putusan itu sambil membiarkan saja, serta kita lihat apakah negeri ini bakal semakin baik atau tidak," kata Saut.
Baca juga: Komentar Para Tokoh atas Uji Materi UU KPK oleh Pimpinan KPK
Ia enggan berkomentar mengenai alasan MK yang menolak permohonan tersebut karena kesalahan penulisan nomor undang-undang.
Ia hanya berharap agar Presiden Joko Widodo dapat mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terkait UU KPK yang baru.
Menurut Saut, hari peringatan antikorupsi pada 9 Desember 2019 dapat menjadi momen yang tepat bagi Jokowi untuk mengeluarkan Perppu KPK.
"Saya masih berharap saat Hari Antikorupsi tanggal 9 Desember Presiden Jokowi yang rencana datang ke KPK sudi apalah kiranya datang pada acara itu sekalian membawa Perppu KPK," ujar Saut.
(Penulis: Fitria Chusna Farisa, Ardito Ramadhan)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.