Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asa Membatalkan UU KPK Hasil Revisi yang Terganjal Salah Nomor…

Kompas.com - 29/11/2019, 14:13 WIB
Dani Prabowo,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Upaya sejumlah mahasiswa membatalkan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) hasil revisi pupus di tangan Mahkamah Konstitusi.

Persoalannya sederhana, para mahasiswa tersebut salah mencantumkan nomor UU yang diajukan sebagai obyek uji materi.

MK pun menolak melanjutkan pengujian dan menyatakan gugatan yang diajukan pemohon salah obyek atau error in objecto.

Dalam permohonan pengujian yang diajukan, nomor yang diajukan yaitu UU Nomor 16 Tahun 2019. Sementara itu, UU KPK setelah direvisi diketahui merupakan UU Nomor 19 Tahun 2019.

Baca juga: Permohonan Uji Materil dan Formil UU KPK Baru Ditolak, Wakil Ketua KPK Hormati MK

Adapun UU 16/2016 merupakan perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

"Permohonan para pemohon mengenai pengujian UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK adalah salah obyek, error in objecto," kata Ketua Majelis Hakim MK Anwar Usman di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (28/11/2019).

Mahkamah selanjutnya tidak mempertimbangkan lagi pasal-pasal yang dimohonkan pemohon.

Baca juga: MK Tolak Uji Materi UU KPK, Kuasa Hukum Pemohon Tak Terkejut

Sebab, tidak ada relevansi antara UU Nomor 16 Tahun 2019 dengan UU Nomor 30 Tahun 2002 atau UU Nomor 19 Tahun 2019. 

"Dengan demikian, pokok permohonan yang berkaitan dengan norma pada UU Nomor 30 Tahun 2002 tidak akan dipertimbangkan lebih lanjut," kata Hakim Enny Nurbaningsih.

Menanggapi putusan tersebut, para mahasiswa melalui kuasa hukumnya, Zico Leonard Djagardo Simanjuntak, menyatakan, kesalahan itu terjadi akibat proses pengajuan berkas dilaksanakan pada 14 Oktober 2019.

Sementara itu, UU KPK hasil revisi baru diberi nomor oleh pemerintah pada 17 Oktober 2019.

Baca juga: Uji Materi UU KPK Ditolak, Pemohon Akan Laporkan Hakim ke Dewan Etik MK

Ia berdalih, pemohon ingin segera mengajukan gugatan karena mengetahui proses persidangan di MK berjalan cukup lama sehingga pihaknya menggunakan nomor perkiraan, sebelum nomor resmi dari pemerintah terbit.

Selain itu, ia menambahkan, pihaknya ingin MK segera membatalkan UU KPK hasil revisi karena tak ingin Presiden melantik dewan pengawas KPK yang pembentukannya diatur dalam UU hasil revisi itu.

"Karena itu, kami memajukan (gugatan) dengan segera, tapi tetap dengan memakai strategi, kami sudah memperhitungkan hari sidang," kata Zico.

Pelanggaran etik

Zico menduga telah terjadi pelanggaran etik di dalam proses persidangan. Hal itu disebabkan lantaran dimajukannya jadwal sidang pertama. Semula, sidang akan digelar pada 9 Oktober, tetapi kemudian MK memajukannya menjadi 30 September 2019.

Baca juga: Penjelasan Pihak Pemohon Uji Materi Salah Tuliskan Nomor UU KPK

Saat itu, permohonan yang diajukan belum diberi nomor karena belum diregistrasi oleh Kementerian Hukum dan HAM. Dengan adanya revisi jadwal sidang pertama, maka batas akhir penyerahan perbaikan pun menjadi maju.

Pemohon diberi waktu 14 hari hingga 14 Oktober 2019 setelah sidang pertama untuk memperbaiki berkas permohonannya. Padahal, pada tanggal tersebut, UU KPK belum juga diregistrasi dan diberi nomor.

Panitera MK juga kembali memajukan jadwal sidang kedua. Dari yang semula akan digelar pada 23 Oktober 2019, menjadi 14 Oktober 2019.

Baca juga: Tolak Uji Materi UU KPK, MK Nilai Permohonan Salah Objek

Namun, kala itu Zico dan rekanannya menolak dengan alasan menunggu UU KPK diberi nomor. Tetapi, panitera MK meminta agar pemohon tetap mengikuti jadwal sidang sehingga kesepakatan pun diambil.

Pada berkas permohonan perbaikan, dituliskan pemohon mengajukan uji materiil dan formil UU KPK, dengan catatan Nomor 16 Tahun 2019.

Zico mengatakan, kala itu, panitera menjanjikan kepada pihaknya untuk mengganti pencatatan nomor UU KPK dalam berkas permohonan ketika sidang kedua.

Baca juga: MK Tolak Permohonan Uji Materil dan Formil UU KPK Hasil Revisi

Ternyata, dalam persidangan majelis hakim tak mengizinkan pemohon mengganti catatan nomor UU KPK hasil revisi.

"Padahal, MK yang memajukan, MK yang tidak mau menerima. Padahal, kami sudah ada bukti itu kesepakatan. Di surat panggilan kami masih ditulis putusan (atas permohonan) UU Nomor 19 Tahun 2019," ujar Zico.

Zico dan rekanannya sempat bersurat ke MK sebanyak dua kali untuk menanyakan alasan dimajukannya jadwal persidangan. Namun, surat itu tak berbalas.

Pesimistis gugatannya akan diterima, ia pun mencabut permohonan mereka pada 19 November 2019. Namun, MK tetap menjadwalkan persidangan pembacaan putusan permohonan Zico.

Atas hal tersebut, Zico pun berencana melaporkan para majelis hakim ke Dewan Etik MK.

Baca juga: MK Tolak Permohonan Uji Materil dan Formil UU KPK Hasil Revisi

MK pun mempersilakan siapa saja pihak untuk mengajukan laporan bila memang ditemukan adanya indikasi pelanggaran kode etik.

Namun demikian, MK menilai, akan repot jadinya jika seluruh permohonan yang ditolak berujung pada pelaporan hakim ke Dewan Etik oleh pemohon.

"Kalau semua permohonan yang ditolak lalu direspons dengan laporan ke Dewan Etik, ya repot juga kan. Tapi ya silakan saja, ditempuh mekanisme yang ada," kata Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono kepada Kompas.com.

Berharap perppu

Sementara itu, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang angkat suara soal hasil putusan uji materi MK.

"Normatifnya kami hargai putusan itu sambil membiarkan saja, serta kita lihat apakah negeri ini bakal semakin baik atau tidak," kata Saut.

Baca juga: Komentar Para Tokoh atas Uji Materi UU KPK oleh Pimpinan KPK

Ia enggan berkomentar mengenai alasan MK yang menolak permohonan tersebut karena kesalahan penulisan nomor undang-undang.

Ia hanya berharap agar Presiden Joko Widodo dapat mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terkait UU KPK yang baru.

Menurut Saut, hari peringatan antikorupsi pada 9 Desember 2019 dapat menjadi momen yang tepat bagi Jokowi untuk mengeluarkan Perppu KPK.

"Saya masih berharap saat Hari Antikorupsi tanggal 9 Desember Presiden Jokowi yang rencana datang ke KPK sudi apalah kiranya datang pada acara itu sekalian membawa Perppu KPK," ujar Saut.

(Penulis: Fitria Chusna Farisa, Ardito Ramadhan)

Kompas TV Gugatan terhadap revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi memasuki babak baru. Rabu (20/11/2019) kemarin tiga pimpinan KPK mengajukan permohonan uji materi Undang-Undang KPK ke Mahkamah Konstitusi. Tiga pimpinan KPK datang ke kantor Mahkamah Konstitusi mengajukan langsung uji materi undang-undang nomor 19 tahun 2019. Selain ketua KPK Agus Rahardjo, dua wakil ketua KPK Saut Situmorang dan Laode M Syarif serta mantan pimpinan KPK M Jasin datang bersamaan ke gedung MK.<br /> <br /> Ketua KPK Agus Raharjo menyatakan, sebelum mengajukan uji materi KPK sempat berharap presiden menerbitkan perppu. Sementara itu, kabaharkam polri sekaligus ketua terpilih, Kpk, Irjen Firli Bahuri, hari ini mendatangi istana. Firli mengatakan ia bertemu presiden Jokowi setelah dirinya dilantik sebagai Kabaharkam Mabes Polri.<br /> <br /> Menurut Firli, setelah pertemuan ini, presiden Jokowi tinggal menerbitkan keppres terkait kenaikan pangkat para perwira TNI-Polri. Presiden Jokowi juga mengingatkan kepada para perwira TNI-Polri yang naik pangkat mengenai tantangan ke depan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com