JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian memanfaatkan momentum Kongres VI Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia untuk berkelakar terkait Provinsi DKI Jakarta.
Jakarta, Tito ibaratkan bak sebuah kampung bila dibandingkan dengan Shanghai di China.
"Pak Anies, saya yakin Pak Anies sering ke China. Kalau kita lihat Jakarta kayak kampung dibanding dengan Shanghai," kata Tito di Hotel Borobudur, Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Selasa (27/11/2019).
Pernyataan tersebut ia lontarkan ketika membahas sistem pemerintahan yang dikorelasikan dengan kondisi perekonomian suatu negara.
Setelah membahas mengenai penerapan demokrasi di sejumlah negara besar, ternyata pertumbuhan ekonominya tidak terlalu signifikan. Hingga akhirnya ia membahas tentang China yang menerapkan paham sosialis.
Rupanya, China berhasil berkembang pesat dalam kurun 20 tahun.
Baca juga: Tito Karnavian: Pak Anies, Jakarta kayak Kampung Dibandingkan Shanghai
Menanggapi hal tersebut, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menilai, Tito sengaja memilih kata "kampung" karena dianggap cukup populer.
Namun secara garis besar, apa yang disampaikan Tito adalah terkait sebuah transformasi negara yang tak bisa dilakukan secara singkat.
"Jadi menurut saya justru pelajaran penting yang kita ambil dari pesan yang disampaikan Pak Mendagri tadi adalah pesan tentang transformasi sebuah negara. Lebih dari soal kata kampung, jadi kan itu memang clickbait, menarik, tweetable begitu," ucap Anies di lokasi yang sama.
Hal itu menjadi berita terpopuler atau yang paling banyak dibaca di rubrik Nasional Kompas.com, Kamis (28/11/2019).
Faktor kemanusiaan menjadi alasan Presiden Joko Widodo memberikan grasi kepada koruptor alih fungsi lahan itu.
Usia Annas yang sudah tua dan kondisi kesehatan yang terus menurun, merupakan alasan yang menjadi pertimbangan untuk pemberian grasi.
Alasan itu pula yang menjadi pertimbangan bagi Mahkamah Agung dan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan untuk memberikan pertimbangan yang sama.
"Memang dari sisi kemanusiaan umurnya juga sudah uzur dan sakit-sakitan terus, sehingga dari kacamata kemanusiaan, itu diberikan," ucap Jokowi di Istana Bogor, Rabu (27/11/2019).
Dalam permohonannya, Annas menyertakan surat keterangan dokter sebagai bukti penguat. Ia mengidap penyakit PPOK (COPD akut), dispepsia syndrome (depresi), gastritis (lambung), hernia, dan sesak napas.
Grasi itu terbit pada 25 Oktober lalu lewat Keputusan Presiden Nomor 23/G Tahun 2019. Grasi yang diberikan Jokowi berupa pengurangan masa hukuman satu tahun penjara.
Artinya, Annas hanya akan menjalani enam tahun masa hukuman dari vonis kasasi selama tujuh tahun.
Baca juga: Grasi Jokowi ke Annas Maamun: Pantaskah Hukuman Koruptor Dikurangi karena Kemanusiaan?
Namun, langkah Jokowi dikecam. Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai, korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang tidak dapat ditoleransi dengan pemberian pemotongan masa hukuman untuk alasan apa pun, termasuk alasan kemanusiaan.
"Misalnya saja, presiden berdalih karena rasa kemanusiaan sehingga mengeluarkan grasi kepada terpidana. Alasan itu tidak dapat dibenarkan sebab indikator 'kemanusiaan' sendiri tidak dapat diukur secara jelas," kata Kurnia.
Ia pun mengingatkan bahwa Annas sebagai kepala daerah telah mencoreng kepercayaan publik yang telah memberikan amanah kepada Annas.
Menurut Kurnia, pemberian grasi tersebut pun mencoreng rasa keadilan karena publik sudah dirugikan atas kasus korupsi yang dilakukan kepala daerahnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.