JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari menilai, keputusan Presiden Joko Widodo memberikan grasi kepada terpidana korupsi, Annas Maamun, menunjukkan kompromi presiden terhadap politik korup.
Langkah Jokowi itu, kata Feri, secara tidak langsung memperlihatkan arah dan kebijakan presiden ihwal tindak pidana korupsi.
"Saya pikir itu memperlihatkan betul arah kebijakan antikorupsi Presiden. Menurut saya Presiden telah mengarahkan sikap berkompromi dengan kekuatan-kekuatan politik korup, salah satunya tergambar dari kebijakan grasi ini," kata Feri kepada Kompas.com, Kamis (28/11/2019).
Menurut Feri, sekalipun Jokowi mengklaim grasinya diberikan karena alasan kemanusiaan, seharusnya, sebelum mengambil keputusan Kepala Negara meminta pertimbangan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca juga: Grasi Jokowi ke Annas Maamun: Pantaskah Hukuman Koruptor Dikurangi karena Kemanusiaan?
Sebab, KPK merupakan lembaga yang tahu persis tindakan koruptif yang dilakukan terpidana.
"Kalau memang mau prosesnya baik, bukankah akan bijaksana kiranya jika presiden meminta masukan dan saran KPK. KPK kan punya dokter yang dapat memastikan soal kesehatan (Annas Maamun) tersebut," kata Feri.
Feri menambahkan, saat ini, sulit bagi Jokowi untuk menghindari tudingan bahwa dirinya adalah seorang pelindung para koruptor.
Sebab, tak hanya memberi remisi bagi pelaku korupsi, tindakan Presiden yang enggan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) atas UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi juga semakin memperkuat citra presiden yang lemah pada pemberantasan korupsi.
"Jokowi harus melakukan sesuatu yang serius untuk memperbaiki citra pro korupsi dirinya," kata Feri.
Baca juga: Polemik Pemberian Grasi Koruptor, Bagaimana Sebetulnya Mekanismenya?
Presiden Joko Widodo Jokowi memberikan grasi kepada Annas Maamun yang merupakan terpidana kasus korupsi alih fungsi lahan di Provinsi Riau.
Kepala Bagian Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Ade Kusmanto mengatakan, grasi tersebut ditetapkan pada 25 Oktober 2019.
"Bahwa memang benar, terpidana H Annas Maamun mendapat grasi dari Presiden berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 23/G Tahun 2019 tentang Pemberian Grasi, tanggal ditetapkan tanggal 25 Oktober 2019," kata Ade dalam siaran pers, Selasa (26/11/2019).
Ade mengatakan, grasi yang diberikan berupa pemotongan masa hukuman selama satu tahun.
Artinya, Annas hanya akan menjalani enam tahun masa hukuman kendati divonis tujuh tahun dalam upaya kasasinya.
Jokowi menyebut, grasi itu diberikan atas pertimbangan kemanusiaan.
"Memang dari sisi kemanusiaan memang umurnya juga sudah uzur dan sakit sakitan terus. Sehingga, dari kacamata kemanusiaan itu diberikan," kata Jokowi di Istana Bogor, Rabu (27/11/2019).
Baca juga: Jokowi: Kalau Tiap Hari Saya Beri Grasi Koruptor, Silakan Dikomentari
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.