JAKARTA, KOMPAS.com — Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menilai, Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang penanganan radikalisme pada Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak akan memangkas radikalisme.
Sebaliknya, adanya SKB ini seolah justru mengembalikan Indonesia pada era prareformasi.
“Surat Keputusan Bersama untuk melawan tindakan radikal ini tidak akan bisa memangkas radikalisme. Keputusan ini justru mengingatkan kita kembali kepada represi Orde Baru," kata Usman melalui keterangan tertulis, Kamis (28/11/2019).
Menurut Usman, aturan yang dimuat dalam SKB bersifat samar. Aturan itu juga tidak memiliki dasar yang kuat dan terlalu luas.
Baca juga: Soal SKB 11 Menteri, Presiden PKS: Tolong Jangan Set Back
Sebagai contoh, ASN dilarang memberikan "like" pada unggahan media sosial bermuatan ujaran kebencian terhadap semboyan bangsa, tapi tidak ada definisi mengenai ujaran kebencian.
“Larangan ini tak ada hubungannya dengan keamanan nasional, ketertiban umum, atau kesehatan masyarakat," ujar Usman.
Oleh karena itu, menurut Usman, SKB ini harus direvisi, disesuaikan dengan standar internasional dan konstitusi yang berlaku di Indonesia.
"Untuk memastikan agar kebebasan berekspresi tetap terjamin," katanya.
Baca juga: Polemik SKB 11 Menteri dan Kebebasan Berpendapat ASN...
Sebelumnya, pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 11 menteri tentang penanganan radikalisme pada aparatur sipil negara (ASN) sejak pertengahan November 2019.
Ada enam menteri yang ikut di dalamnya, yaitu Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Komunikasi dan Informatika.
Selain itu, SKB juga melibatkan Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Kepegawaian Negara (BKN), Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), dan Komisi Aparatur Sipil Negara.
Baca juga: Kritik Gerindra atas SKB 11 Menteri: Kemunduran Rezim...
Salah satu poin yang tak boleh dilanggar ASN adalah memberikan pendapat lisan maupun tulisan di media sosial yang bermuatan ujaran kebencian terhadap Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan pemerintah.
Artinya, pemerintah memiliki perhatian yang serius terhadap para ASN agar tak mudah terpapar radikalisme dan menyebarkan ujaran kebencian.