Politikus senior partai berlambang pohon beringin itu mengungkapkan, dalam AD/ART Partai Golkar Pasal 50 Ayat (1) disebutkan, pemilihan ketua umum dewan pimpinan pusat, ketua dewan pimpinan daerah provinsi, ketua dewan pimpinan daerah kabupaten/kota, ketua pimpinan kecamatan, dan ketua pimpinam desa/kelurahan atau sebutan lain dilaksanakan secara langsung oleh peserta musyawarah.
Kemudian, pada Ayat (2) diatur bahwa pemilihan dilakukan melalui penjaringan, pencalonan, dan pemilihan.
“Justru dalam tahap penjaringan dan pencalonan inilah, wajah demokrasi Partai Golkar terlihat. Setiap kader Golkar yang potensial dan memenuhi persyaratan dibebaskan mengajukan diri untuk kemudian dijaring dan dicalonkan sebagai ketua umum,” ujar Hidayat.
Ia juga menyampaikan, aklamasi hanya bisa dilakukan setelah melewati penjaringan dan pencalonan.
Baca juga: Pengamat: Aklamasi Bukan Tradisi Munas Golkar
Ketika mayoritas pemilik suara menginginkan, kata Hidayat, barulah bisa dilakukan mekanisme pengambilan keputusan tersebut.
Sebab, jika aklamasi dilakukan tanpa penjaringan dan pencalonan, sama halnya melakukan pemaksanaan mekanisme.
“Sepanjang dilakukan dengan transparan, fair, dan mematuhi ketentuan AD/ART pasti semua pihak akan menerima apapun hasilnya. Jika ada rekayasa dan pemaksaan itu tetap dilakukan, maka besar potensi terjadi perpecahan dengan acuan AD/ART partai," ucap Hidayat.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan