JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) mencatat terjadi 20 kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus pengantin pesanan.
"Ada 20 perempuan, baik anak maupun dewasa yang terjadi di Tiongkok (China)," ujar Asisten Deputi Hak Perempuan dan Tindak Pidana Perdagangan Orang KPPA, Destri Handayani kepada Kompas.com di Hotel Aryaduta Jakarta, Rabu (27/11/2019).
Adapun, yang dimaksud "pengantin pesanan" dalam kasus perdagangan orang adalah pernikahan perempuan dengan warga asing melalui peran pihak ketiga.
Destri mengakui modus tersebut terbilang baru. Sebab, dari catatan Kementerian PPPA, perdagangan manusia mayoritas menggunakan modus lama.
Baca juga: Pemerintah Akan Sempurnakan Sistem Informasi Layanan Perdagangan Orang
Modus itu seperti pekerja migran Indonesia ke luar negeri, kemudian eksploitasi seksual, jadi anak buah kapal (ABK), atau penjualan anak.
Destri mengatakan, Kementerian PPPA bersama kementerian dan lembaga terkait sudah memelajari modus tersebut.
Salah satu yang perlu diantisipasi agar modus tersebut dicegah, yakni dengan pengecekan dokumen seseorang, terutama yang tinggal di sel-sel migran.
"Itu yang kita antisipasi dengan aparat yang berkaitan, seperti dokumen kependudukan yang dipalsukan, misalnya dari aparat desa, Disdukcapil, hingga Imigrasi," kata dia.
Destri menegaskan, pihaknya telah mendapat mandat dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menekan kasus perdagangan manusia pada lima tahun ke depan.
Baca juga: Kenali Ciri-ciri Awal Kejahatan Perdagangan Orang
Mandat itu tak hanya sekitar penekanan kasus perdagangan manusia, melainkan juga menyusutkan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Destri mengatakan, implementasi mandat tersebut akan mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka menengah Nasional (RPJMN) 2019-2024 yang disusun Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Menurut dia, RPJMM yang disusun Bappenas memiliki prevalensi terhadap suatu kasus.
"Nah program kami mengacu itu untuk bisa menurunkan angka kekerasan dan TPPO, apa yang harus kami lakukan. Sebagai Gugus Tugas memperbaiki data kemudian memperbaiki pelayanan, efektifitas, dan sosialisasi," ucap Destri.
Ia menambahkan, untuk menekan jumlah kasus dan program yang disiapkan, pihaknya memerlukan peran masyarakat.
"Harapannya masyarakat bisa terlibat aktif," kata dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.