JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Agung (MA) telah memutus bahwa barang bukti yang disita dalam perkara First Travel dirampas untuk negara.
Hal itu tertuang dalam Putusan Nomor 3096 K/Pid.Sus/2018 Tahun 2019 yang dibacakan pada 31 Januari 2019.
Dengan begitu, putusan majelis hakim yang dipimpin Andi Samsan Nganro ini menguatkan vonis yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Depok dan Pengadilan Tinggi Bandung dalam perkara First Travel.
Korban ajukan PK
Pihak korban First Travel melalui kuasa hukumnya berencana mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan MA tersebut.
"Klien kami dalam waktu dekat akan mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap putusan Mahkamah Agung RI," kata Chief Communications DNT Lawyers, Dominique, dalam siaran pers, Selasa (19/11/2019).
Adapun pengajuan PK tersebut bukan serta-merta diajukan. Dominique mengatakan, sebagai kuasa hukum, pihaknya telah menemukan bukti baru dan kekeliruan majelis hakim tingkat pertama.
"Secara detail akan kami sampaikan kemudian saat pengajuan peninjauan kembali dalam 2 minggu ke depan," kata dia.
Cari terobosan
Menanggapi putusan MA tersebut, Kejaksaan Agung juga berencana mengajukan PK dalam rangka mengembalikan aset korban First Travel kepada jamaah.
Baca juga: Kejagung Tunggu Putusan PK yang Diajukan Pihak First Travel Terkait Aset
Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin mengatakan bahwa langkah itu akan dicoba dilakukan meskipun Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan bahwa jaksa tidak dapat mengajukan PK. Hal itu berdasarkan putusan MK sebelum ini.
"Ini untuk kepentingan umum. Kita coba ya. Apa mau kita biarkan saja?" ujar Burhanuddin di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin (18/11/2019).
Burhanuddin pun mengakui pihaknya kesulitan unthk mengeksekusi putusan MA tersebut.
Sebab, tuntutan dari pihak jaksa penuntut umum (JPU) sedari awal adalah untuk mengembalikan barang bukti perkara kepada korban.
Kejaksaan Agung pun melakukan kajian untuk mencari terobosan agar aset First Travel dikembalikan kepada korban.
Tunda lelang
Dikarenakan masih melakukan kajian dalam rangka mengembalikan barang bukti kepada korban, Kejaksaan Agung menunda pelaksanaan lelang aset milik First Travel.
Jaksa Agung pun disebutkan telah memerintahkan Kejaksaan Negeri Depok terkait penundaan tersebut.
"Kita pending. Kejari Depok diminta pimpinan untuk tidak melakukan eksekusi apalagi lelang," ungkap Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung Mukri di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (20/11/2019).
Baca juga: Penasihat Hukum First Travel Ajukan PK, Minta Asetnya Dikembalikan ke Jemaah Korban
Sambil melakukan kajian, Kejaksaan Agung juga menunggu putusan perdata yang diajukan para jemaah terhadap perusahaan perjalanan umrah First Travel.
Pembacaan putusan gugatan perdata itu digelar pada Senin (25/11/2019) kemarin.
"Nanti kita akan lihat seperti apa putusannya. Maka, kita juga sedang menunggu itu seperti apa," tutur Mukri di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Kamis (21/11/2019).
Sayangnya, sidang pembacaan putusan tersebut ditunda dengan alasan musyawarah majelis hakim belum mencapai mufakat.
Sidang pembacaan putusan akan kembali digelar pada 2 Desember 2019.
Pihak First Travel ajukan PK
Ternyata, kuasa hukum First Travel telah mengajukan PK terhadap putusan MA tersebut.
"Ada informasi yang kita dapatkan bahwa dari penasihat hukum mereka itu mengajukan PK. Penasihat hukum First Travel-nya ya," ungkap Mukri kepada Kompas.com, Selasa (26/11/2019).
Materi PK yang diajukan, kata Mukri, agar aset First Travel dikembalikan kepada para korban.
Baca juga: Misteri Lenyapnya Uang Ratusan Miliar First Travel
Mukri mengatakan bahwa langkah itu memang lebih memungkinkan daripada pihaknya yang mengajukan PK karena terganjal putusan MK sebelumnya.
Kejaksaan Agung pun akan menunggu kelanjutan proses PK tersebut.
"Ternyata yang bersangkutan (First Travel) memang mau ajukan PK. Berarti kita tunggu saja itu. Karena kan enggak mungkin dua kali, mereka PK, kita PK, enggak mungkin," ucap Mukri.
DPR panggil MA
Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengatakan, pihaknya akan memanggil MA untuk mempertanyakan putusan terkait perkara First Travel.
Arsul memperkirakan rapat konsultasi baru bisa dilakukan pada masa sidang selanjutnya.
Dalam rapat dengan MA nanti, Komisi III berencana menanyakan kembali apa alasan MA membuat putusan merampas aset First Travel untuk negara.
"Kita memang memahami salah satu pertimbangan (mengapa) dirampas oleh negara kan (karena) pengurus yang ada, pengurus sebagai perhimpunan atau persatuan dari para korban kan menolak untuk menerima (aset itu)," kata Arsul di daerah Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (21/11/2019) malam.
Komisi VIII juga akan memanggil pihak Kementerian Agama (Kemenag) untuk memastikan solusi yang tepat bagi para korban karena aset First Travel dirampas oleh negara.
"Kami ingin coba memanggil Kemenag, terutama dirjen haji, untuk memastikan apa solusi yang tepat untuk para korban First Travel itu," kata Wakil Ketua Komisi VIII Ace Hasan Syadzily di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (21/11/2019).
Baca juga: Sidang Pembacaan Putusan Gugatan Perdata terhadap First Travel Ditunda
Pengacara Pitra Romadoni mengajukan judicial review (JR) kepada Mahkamah Konstitusi terhadap dua pasal yang dianggap menjadi dasar bagi hakim memutuskan bahwa aset First Travel dirampas negara.
Dua pasal itu berada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"Pasal 39 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dan Pasal 46 Kitab Undang-Undang Hukum Acara (Pidana). Pasal tersebut adalah dasar hakim Pengadilan Negeri Depok memutuskan perkara First Travel," kata Pitra di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (25/11/2019).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.