Selain itu, penggunaan TIK juga perlu dicantumkan di dalam undang-undang agar ada payung hukum yang jelas.
Beranjak ke kelas evaluasi hukum pemilu dan penyelesaian sengketa, solusi berbasis TIK ada dua.
Pertama, perlunya akselerasi penangangan tindak pidana pemilu melalui pemanfaatan
forensik digital.
Kedua, perlu adanya reformasi pemanfaatan sumber daya menyelesaikan
berbagai persoalan hoaks dan dana kampanye beserta potensi korupsi di dalamnya.
Penggunaan big data dan TIK perlu dikedepankan dalam memitigasi dan menindak para pelaku penyebar hoaks.
Terakhir, kelas Evaluasi Kelembagaan Penyelenggaraan Pemilu (yang penulis ikuti) menekankan perlunya terobosan optimalisasi TIK pada penyelenggaraan pemilu, terutama dalam proses penghitungan suara.
Demikian pula dalam pelaksanaan Bimbingan Teknis/Bimtek KPPS dengan menggunakan audio video visual sehingga dapat menjelaskan secara teknis dengan lebih rigid dan detail terkait tata cara proses penyelenggaraan pemilu.
Kiranya hal ini selaras dengan berbagai hipotesa kebermanfaatan TIK.
Dumitrica (2014) menuliskan, ketika era demokrasi internet terjadi, peran internet tidak sebatas meningkatkan partisipasi dan hak suara (voting behaviour), namun juga mendorong collective action di tingkat offline (Ifukor, 2010).
Karena itulah, tiga masukan dari tiga kelas tadi bukan hanya relevan, tapi mendesak diterapkan terutama mulai Pilkada Serentak 2020 khususnya dalam metode e-Rekap.
Di sisi lain, TIK juga akan meringankan beban kerja KPPS sebagai ujung tombak penyelenggara pemilu.
KPPS sebagai bagian institusi politik merupakan poll worker yang merupakan street level bureaucracy dalam pemilu (Andrie Sutanto:2017).
Akan tetapi, KPPS memiliki keterbatasan dalam melakukan pelatihan-pelatihan, keterbatasan jam kerja, dan keterbatasan informasi yang bisa menimbulkan kesalahan (Alvarez, Atkeson, Hall, 2013).
Adapun detil resume penting dari call for paper tersebut adalah sebagai berikut:
Evaluasi teknis penyelenggaraan Pemilu
1. Pendaftaran Pemilih.
KPU harus memastikan pendaftaran pemilih sudah dilakukan akurat, mutakhir, dan komprehensif. Termasuk juga menjaga hak pilih mereka yang tinggal di daerah-daerah marjinal seperti komunitas adat, pemilih narapidana, pemilih disabilitas.
2. Tahapan pungut-hitung adalah ujung tombak penyelenggaraan pemilu.
Oleh sebab itu KPU perlu betul-betul memastikan petugas KPPS memahami teknis pemungutan dan penghitungan suara agar tidak menciderai penerapan nilai pemilu jujur dan adil.
3. Dalam hal penerapan teknologi dalam pemilu, KPU perlu memastikan bahwa seluruh
elemen yang terkait siap.
Hal ini sejalan dengan Putusan MK yang menyatakan bahwa penerapan teknologi informasi komunikasi (TIK) dalam pemilu dapat digunakan tetapi harus memenuhi beberapa prasyarat: sudah dilakukan kajian secara menyeluruh, sudah siap seluruh instrumen atau perangkatnya (hardware, software, jaringan, SDM, dll).
Penggunaan teknologi juga perlu dicantumkan di dalam UU agar ada payung hukum yang jelas.
Evaluasi hukum Pemilu dan penyelesaian sengketa
1. Regulasi dan Penegakan Hukum Pemilu
Perlu ada penguatan pondasi hukum melalui harmonisasi peraturan perundangan pemilu baik di tingkatan undang-undang dan perarturan di bawah undang-undang.
Perlu akselerasi dalam penangangan tindak pidana pemilu melalui pemanfaatan forensik digital dan reformasi kelembagaan penegak hukum pemilu.
2. Pelanggaran, Sengketa, dan Peradilan Pemilu
Perlu adanya penataan ulang desain penyelesaian pelanggaran dan sengketa untuk mengefektifkan proses penyelesaian permasalahan hukum pemilu.
Perlu adanya perlindungan hukum bagi calon terpilih sebagai bagian dari upaya melindungi kedaulatan pemilih dan menjaga konsistensi penerapan sistem pemilu berdasarkan undang-undang.