Saya berupaya mencari tahu lebih dalam.
Saya bertanya kepada Kepala Biro Humas Mahmkamah Agung (MA) Abdullah soal putusan pengembalian uang kepada negara.
Ia menjelaskan, putusan Majelis Hakim First Travel sudah benar. Dalam hukum acara pidana, kata dia, uang hasil kejahatan harus dikembalikan pada negara. Tidak ada pasal yang menyebut uang dikembalikan selain kepada negara. Kasus First Travel diputus pada perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Bagaimana soal aset?
Soal aset yang disebutkan berkurang jauh, Abdullah menjelaskan, persidangan hanya menyidangkan perkara dan membuka perkara tersebut agar terang benderang kepada publik.
"Perihal barang bukti merupakan ranah penyelidik, penyidik, dan penuntut yang berada di wilayah Polisi dan Kejaksaan," ujar Abdullah kepada saya.
Misteri belum terjawab. Di mana aset senilai ratusan miliar ini berada?
Mantan hakim yang kini menjadi pengajar di Universitas Trisakti, Jakarta, Asep Iwan, mengungkapkan, peristiwa ini bukanlah yang pertama terjadi.
Saat ia masih menjadi hakim, ia pernah meyidangkan kasus serupa, biro haji dan umrah Tiga Utama, sebuah biro perjalanan terbesar saat itu.
Tiga Utama memberangkatkan banyak pejabat, termasuk Presiden Soeharto.
Seperti First Travel, aset dari kasus-kasus yang berproses hukum tidak pernah ada yang bisa dihitung secara pasti sesuai perhitungan matematika.
Ini pekerjaan rumah yang serius bagi penegak hukum untuk memperbaiki kinerja mereka.
"Barang bukti sering kali hilang. Misalnya pada kasus narkotika. Saat penangkapan disebutkan 3 kilogram, namun ketika persidangan hanya tersisa 1 atau 2 kilogram," ungkap Asep.
Banyak jemaah First Travel yang kini gigit jari. Tak hanya mereka yang berpunya, tapi juga mereka yang berjuang keras mengumpulkan uang belasan juta demi berangkat ibadah.
Diantaranya adalah buruh cuci tua, anggota Majelis Taklim di Kramat Jati, Jakarta Timur. Setiap kali bertemu pimpinan Majelis Taklimnya, ia selalu bertanya,
"Ibu, kapan saya berangkat umrah? Jadi kan.. jadi kan..!"
Saya Aiman Witjaksono...
Salam!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.