JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 11 menteri tentang penanganan radikalisme pada Aparatur Sipil Negara (ASN) sejak pertengahan November 2019.
Ada enam menteri yang ikut di dalamnya yaitu, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Komunikasi dan Informatika.
Selain itu SKB juga melibatkan Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Kepegawaian Negara (BKN), Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), dan Komisi Aparatur Sipil Negara.
Salah satu poin yang tak boleh dilanggar ASN adalah memberikan pendapat lisan maupun tulisan di media sosial yang bermuatan ujaran kebencian terhadap Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan pemerintah.
Baca juga: Istana Ingatkan, Ada Aturan Main jika ASN Ingin Kritik Pemerintah
Artinya, pemerintah memiliki perhatian yang serius terhadap para ASN agar tak mudah terpapar radikalisme dan menyebarkan ujaran kebencian.
Namun, penerapan SKB 11 menteri ini perlu dilakukan dengan berhati-hati dan memiliki tolak ukur yang tepat.
SKB 11 menteri ini dikritik oleh DPR baik dari fraksi partai pendukung dan di luar pemerintah, karena dianggap bertentangan dengan semangat reformasi yang terus dinyalakan oleh Presiden Joko Widodo.
Partai Gerindra menilai, SKB 11 menteri kurang tepat bagi demokrasi, terutama kebebasan berpendapat dan kebebasan menentukan sikap dalam pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf.
Ketua DPP Partai Partai Gerindra Sodik Mujahid mengatakan, terbitnya SKB 11 menteri seperti menuju pada kemunduran dalam pemerintahan Jokowi-Ma'ruf.
"Ini sesuatu yang harus kita waspadai. Sebuah kemunduran dari rezim ini menuju ke rezim yang selama ini dengan yang katanya kita gulingkan," kata Sodik di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (25/11/2019).
Baca juga: Kritik Gerindra atas SKB 11 Menteri: Kemunduran Rezim...
Sodik memahami, peraturan tersebut untuk membentuk profesionalitas para ASN. Namun, kata dia, peraturan tersebut dapat menghambat kerja ASN.
Selain itu, Sodik mengatakan, pemerintah tak perlu membuat peraturan tersebut di lembaga informal. Sebaiknya, kata dia, pemerintah melakukan penguatan pada kinerja intelijen.
"Ini sebuah tindakan represif ya saya kira. Seharusnya tidak usah dengan kelembagaan formal ini. Cukup dengan penguatan intelijen, cukup dengan penguatan aparat keamanan," ujar dia.