JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Direktur Utama PT Fajar Mulia Transindo (FMT) Pieko Njotosetiadi menyuap mantan Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III, Dolly Parlagutan Pulungan sebesar 345.000 dollar Singapura atau setara Rp 3,55 miliar.
Penerimaan itu melalui mantan Direktur Pemasaran PTPN III, I Kadek Kertha Laksana.
Hal itu disampaikan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (25/11/2019).
"Terdakwa Pieko Njotosetiadi melakukan perbuatan memberi sesuatu yaitu memberi uang tunai sebesar 345.000 dollar Singapura atau setara dengan Rp 3.550.935.000 atau sekitar jumlah itu, kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yaitu kepada Dolly Parlagutan Pulungan selaku Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III," kata jaksa Ali Fikri saat membaca surat dakwaan.
Atas perbuatannya, Pieko didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Pada perkara ini, Dolly dan Kadek masih berstatus sebagai tersangka.
Berawal dari penyusunan konsep kontrak
Jaksa memaparkan, pada awalnya sekitar bulan September 2018 dengan tujuan menstabilkan harga pasar gula, I Kadek Kertha Laksana selaku Direktur Pemasaran PTPN III menyusun kebijakan pola pemasaran bersama gula petani dan gula PTPN seluruh Indonesia dalam bentuk kontrak jangka panjang (long term contract).
Kontrak ini mewajibkan pembeli gula membeli gula dalam ikatan perjanjian dengan PTPN III (Persero) dengan harga yang ditentukan setiap bulan sesuai jumlah pembelian untuk mencegah permainan dari pembeli gula yang hanya membeli saat harga gula murah dan tidak membeli saat harga mahal.
Konsep itu kemudian dibawa ke Dolly dan jajaran direksi.
Dolly memutuskan konsep LTC digunakan dalam sistem penjualan gula tahun 2019, yakni yang semula diserahkan ke masing-masing PTPN menjadi dikoordinasikan oleh PTPN III (Persero) selaku holding company.
"Pada tanggal 10 Mei 2019 I Kadek Kertha Laksana mengirimkan surat penawaran pembelian gula dengan mekanisme LTC kepada beberapa perusahaan," kata jaksa.
Salah satunya ke perusahaan Pieko, PT FMT. Dalam penawaran itu juga terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi perusahaan apabila berminat dalam kontrak ini.
Baca juga: Dirut PTPN III Diduga Terima Fee 345.000 Dollar Singapura Terkait Distribusi Gula
Namun, kata jaksa, dari seluruh persyaratan LTC itu, hanya perusahaan milik Pieko yang mampu memenuhi persyaratan.
Karena, perusahaan lainnya keberatan dengan syarat yang ditetapkan PTPN III.
"Terutama atas syarat diharuskan membeli gula di PTPN yang sudah ditentukan dan diharuskan membayar uang muka 40 persen dari harga gula yang ditawarkan," kata jaksa.
Selanjutnya, dilakukan persetujuan kontrak antara perusahaan Pieko dan perusahaan Dolly. Langkah ini ditindaklanjuti dengan surat perintah setor dan delivery order oleh masing-masing PTPN.
"Mulai bulan Juni 2019 penjualan gula dengan mekanisme LTC periode I dilaksanakan dengan pembeli PT Fajar Mulia Transindo sebesar 25.000 ton dengan harga Rp 10.500 per kilogram," kata jaksa.
Pada LTC periode II, Pieko melalui perusahaannya kembali membeli gula milik petani sebesar 50.000 ton.
Anak perusahaannya, PT Citra Gemini Mulia, juga membeli sebesar 25.000 ton. Masing-masing dengan harga Rp 10.250 per kilogram.
Dilanjutkan dengan surat perintah setor dan delivery order oleh masing-masing PTPN.
Pada LTC periode III, dua perusahaan Pieko kembali membeli gula milik petani sebesar total 75.000 ton dengan harga Rp 10.150 per kilogram.
Minta uang 250.000 dollar Singapura
Pada tanggal 31 Agustus 2019, kepada Pieko, Dolly mengatakan membutuhkan uang sebesar 250.000 dollar Singapura untuk keperluan pribadi.
Pieko pun menyanggupinya dan mekanisme pemberiannya diserahkan melalui I Kadek.
Tanggal 2 September 2019, Pieko menghubungi pihak money changer untuk mengurus pembelian 250.000 dollar Singapura.
Namun, beberapa saat kemudian, Pieko kembali menghubungi money changer untuk mengubah pembelian dollar Singapura menjadi setara sekitar Rp 3,55 miliar, yakni 345.000 dollar Singapura.
Dengan cara mentransfer pecahan uang rupiah beberapa kali ke rekening money changer.
Setelah uang berhasil ditukarkan, Pieko memerintahkan bawahannya, Ramlin, untuk mengambil uang itu agar diserahkan ke I Kadek.
Kode "contoh gula" dan "meeting"
Jaksa KPK pun membeberkan penggunaan kode-kode komunikasi untuk menyamarkan transaksi suap ini.
"Dolly Parlagutan Pulungan menghubungi I Kadek Kertha Laksana meminta agar segera datang ke Hotel Shangri-La Jakarta Pusat. Setibanya I Kadek Kertha Laksana di lobby lounge hotel tersebut, telah hadir Dolly Parlagutan Pulungan, Arum Sabil (Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia) dan stafnya bernama Frengky Pribadi," kata jaksa.
Dalam pertemuan tersebut, kata jaksa, Dolly bertanya ke I Kadek soal titipan uang dari Pieko. I Kadek pun menjawab bahwa Pieko akan menitipkan uang tersebut lewat orang suruhannya, Ramlin.
Baca juga: Contoh Gula dan Meeting Kode Transaksi Suap Eks Dirut PTPN III
Sesaat sebelum pertemuan tersebut berakhir, Dolly berpesan kepada I Kadek untuk kembali ke kantor.
Menurut jaksa, Dolly menyampaikan bahwa Frengky lah yang akan ke kantor mengambil uang titipan dari Pieko.
"Setelah itu I Kadek Kertha Laksana menghubungi Edward Samantha (Dirut PT KPBN) agar menerima titipan uang dari terdakwa (Pieko) yang akan diantar oleh Ramlin. Kemudian Edward Samantha memerintahkan Corry Lucia (pegawai PT KPBN) untuk menunggu uang yang akan diserahkan orang yang bernama Ramlin," kata jaksa.
Jaksa mengatakan, Edward meminta Corry membawa uang tersebut ke ruang I Kadek jika sudah diterima dari Ramlin.
Beberapa saat kemudian, Ramlin datang menemui Corry dan menyerahkan uang 345.000 dollar Singapura itu dalam amplop cokelat.
Uang tersebut kemudian dimasukkan Corry ke dalam paper bag dan dibawa ke kantor PTPN III.
"Bahwa sekitar pukul 17.31 WIB, terdakwa menghubungi I Kadek Kertha Laksana melalui WhatsApp menanyakan perihal uang yang telah diserahkanya dengan mengatakan, 'Apakah contoh gula sudah diambil', dan I Kadek Kertha Laksana menjawab 'sudah'," kata jaksa.
Selanjutnya pada pukul 18.12 WIB, Corry tiba di Kantor PTPN III dan disambut oleh Edward yang sedang bersama I Kadek. Amplop cokelat itu kemudian diserahkan Edward ke I Kadek.
"Bahwa tidak lama kemudian sekitar pukul 18.30 WIB, Frengky Pribadi datang ke ruangan kerja I Kadek Kertha Laksana untuk mengambil uang 345.000 dollar Singapura," kata jaksa.
"Setelah itu Dolly Parlagutan Pulungan menghubungi I Kadek Kertha Laksana menanyakan apakah uang dari Terdakwa tersebut sudah diserahkan kepada Frengky Pribadi dengan mengatakan, 'Apakah meeting sudah selesai?' dan dijawab oleh I Kadek Kertha Laksana, 'sudah'," ucap jaksa.
Aliran Rp 1,96 miliar ke eks Ketua KPPU
Dalam surat dakwaan, jaksa KPK juga menyebut bahwa Pieko turut memberikan uang sebesar 190.300 dollar Singapura atau setara Rp 1,96 miliar ke mantan Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Muhammad Syarkawi Rauf.
"Untuk menghindari kesan adanya praktik monopoli perdagangan melalui sistem LTC oleh perusahaan terdakwa, maka terdakwa meminta Muhammad Syarkawi Rauf yang menjabat Komisaris Utama PTPN VI dan mantan Ketua Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) untuk membuat kajian," kata jaksa.
Meski demikian, jaksa tak menguraikan secara rinci jenis kajian yang dimaksud. Jaksa hanya menyebutkan, Pieko memberi uang ke Syarkawi secara bertahap.
Pertama, pada tanggal 2 Agustus 2019 di Hotel Santika sebesar 50.000 dollar Singapura.
"Kedua, tanggal 29 Agustus 2019 sebesar 140.300 dollar Singapura atau setara dengan Rp 1,45 miliar yang diserahkan melalui I Kadek Kertha Laksana di ruangan Direktur Pemasaran PTPN III," kata jaksa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.