Namun, ia tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai perbedaan wewenang yang dapat dilakukan Kabareskrim definitif dibandingkan wakilnya sebagai pejabat sementara.
Baca juga: 20 Hari Tanpa Kabareskrim, Apa Efeknya?
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto berpandangan bahwa pengaruh tersebut lebih kepada pengambilan keputusan kasus-kasus besar yang ditangani Bareskrim.
"Hanya saja kekosongan pucuk pimpinan tersebut akan berpengaruh pada pengambilan keputusan-keputusan penting terkait dengan kasus-kasus besar yang akan ditangani, maupun yang sudah ditangani Polri," ucap Bambang ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (20/11/2019).
Ia mencontohkan salah satu kasus yang dimaksud adalah penyiraman air keras terhadap Novel yang terjadi di tahun 2017 silam.
Bambang berharap, kekosongan jabatan tersebut tidak menjadi alasan Polri terkait belum tuntasnya kasus Novel Baswedan.
"Jangan jadi alasan lagi, (penuntasan kasus Novel Baswedan) molor lagi karena belum ada Kabareskrim terpilih," ujar dia.
Baca juga: Sambangi Istana, Kapolri Tak Lapor soal Kabareskrim Baru
Terkait lamanya penunjukkan Kabareskrim baru, Bambang menduga hal itu ada kaitannya dengan kepentingan di luar urusan kepolisian.
Menurutnya, penunjukkan Kabareskrim baru tidak didasarkan pada kriteria tertentu, melainkan sesuai kepentingan.
"Kebingungan menentukan pilihan karena tidak tunduk pada kriteria, tetapi pada kepentingan di luar itu," ujar Bambang ketika dihubungi Kompas.com, Minggu (24/11/2019).
Padahal, ia mengatakan bahwa promosi jabatan seharusnya memiliki kriteria yang jelas, sesuai prestasi dan bukan kedekatan, serta dilakukan secara terbuka.
Baca juga: Faktor Integritas dan Kemampuan Jadi Aspek Penting Calon Kabareskrim
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.