JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua MPR Arsul Sani mengatakan, usulan soal perubahan masa jabatan presiden masih sebatas wacana.
Hingga saat ini, belum ada pembicaraan resmi di MPR maupun antar fraksi terkait usulan tersebut.
"Diskursus tentang penambahan masa jabatan presiden ini terlihat biasa saja sebagai sebuah wacana usulan," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (22/11/2019).
Baca juga: Evaluasi Masa Jabatan Presiden di Mata Parpol...
"Saya kira kita ini belum secara resmi membicarakan di tingkat pimpinan maupun di tingkat fraksi-fraksi," lanjutnya.
Arsul mengatakan, MPR menampung usulan apapun sebagai sebuah wacana. Selanjutnya, untuk merealisasikan usulan itu, perlu kajian mendalam yang melibatkan seluruh pihak terkait.
Ia menyebut, saat ini masih terlalu pagi untuk menyimpulkan apakah MPR bakal betul-betul merevisi masa jabatan presiden.
Ia hanya memastikan bahwa revisi masa jabatan presiden tidak menjadi rekomendasi dari MPR periode sebelumnya.
"Yang jelas soal masa jabatan presiden itu tidak ada dalam rekomendasi. Yang saya kira kalau menyangkut kepresidenan tentu rekomendasi itu lebih mengarah pada penguatan sistem presidensial," ujar dia.
Arsul menambahkan, sebagai sebuah wacana, perubahan masa jabatan presiden tentu akan menuai pro dan kontra.
Ke depan, hal itu juga yang akan menjadi pertimbangan presiden seandainya wacana tersebut betul-betul akan dibahas.
"Tentu sebagai sebuah wacana nanti ada pro kontra, ada positif negatifnya. Negatifnya tentu nanti ada yang bilang bahwa ini menghambat misalnya regenerasi kepemimpinan nasional," kata Arsul.
Sebelumnya, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengungkapkan adanya wacana perubahan masa jabatan presiden dan wakil presiden terkait amendemen UUD 1945. Artinya, amendemen UUD 1945 tidak hanya sebatas menghidupkan kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Baca juga: Wacana Perubahan Masa Jabatan Presiden, Demokrat: Cukup 2 Periode
Menurut Hidayat ada anggota fraksi di MPR yang mewacanakan seorang presiden dapat dipilih kembali sebanyak tiga periode.
Ada pula yang mewacanakan presiden hanya dapat dipilih satu kali namun masa jabatannya diperpanjang menjadi delapan tahun.
"Iya memang wacana tentang amendemen ini memang beragam sesungguhnya, ada yang mewacanakan justru masa jabatan presiden menjadi tiga kali, ada yang mewacanakan untuk satu kali saja tapi dalam 8 tahun. Itu juga kami tidak bisa melarang orang untuk berwacana," ujar Hidayat, Rabu (20/11/2019).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.