Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wacana Perubahan Masa Jabatan Presiden di Tengah Rencana Amendemen UUD 1945

Kompas.com - 22/11/2019, 09:09 WIB
Kristian Erdianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Kekhawatiran amendemen UUD 1945 akan menjadi bola liar tampaknya mulai terbukti.

Usulan dan masukan terkait amendemen mulai berkembang, tidak terbatas pada menghidupkan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), sebagaimana rekomendasi MPR periode 2014-2019.

Rencana amendemen kembali mencuat setelah PDI-P menyatakan dukungan untuk Bambang Soesatyo duduk di kursi Ketua MPR 2019-2024.

Dukungan PDI-P kepada Bambang bukan tanpa syarat. Satu dari lima syarat yang disampaikan, PDI-P meminta Bambang mendukung kelanjutan rencana amendemen terbatas UUD 1945 untuk menghidupkan kembali haluan negara melalui ketetapan MPR.

Baca juga: PSI Usul Masa Jabatan Presiden Jadi Tujuh Tahun

Sebelum menjadi Ketua MPR, Bambang pernah mengusulkan agar pemilihan presiden kembali digelar secara tak langsung. Artinya, presiden dipilih oleh MPR seperti pada Pemilu 1999.

Salah satu alasannya adalah kerumitan dalam pelaksanaan Pilpres 2019 yang juga mengakibatkan polarisasi tajam di masyarakat.

Kemudian, Sekjen Partai Nasdem Johnny G Plate berpendapat, amendemen UUD 1945 harus dibahas secara komprehensif.

Pasalnya, kata Plate, konstitusi negara Indonesia tidak mengenal istilah amendemen terbatas.

Baca juga: PDI-P: Masa Jabatan Presiden Cukup 2 Periode

Oleh sebab itu, pembahasan amendemen seharusnya tidak hanya terbatas pada kewenangan MPR menentukan haluan negara, tetapi juga terkait masa jabatan presiden.

Perubahan masa jabatan presiden

Seusai bertemu dengan perwakilan Persatuan Umat Buddha Indonesia (Permabudhi) di Jakarta, Rabu (20/11/2019), Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengakui adanya wacana perubahan masa jabatan presiden dan wakil presiden.

Menurut Hidayat, secara informal ada anggota fraksi di MPR yang mewacanakan seorang presiden dapat dipilih kembali sebanyak tiga periode.

Baca juga: PDI-P: Tak Ada Urgensi Mengubah Masa Jabatan Presiden

Ada pula yang mewacanakan presiden hanya dapat dipilih satu kali, tetapi masa jabatannya diperpanjang menjadi 8 tahun.

"Iya memang wacana tentang amendemen ini memang beragam sesungguhnya, ada yang mewacanakan justru masa jabatan presiden menjadi tiga kali, ada yang mewacanakan untuk satu kali saja tapi dalam 8 tahun. Itu juga kami tidak bisa melarang orang untuk berwacana," ujar Hidayat.

Berdasarkan Pasal 7 UUD 1945, presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan.

Dengan demikian, presiden dan wakil presiden dapat menjabat paling lama 10 tahun dalam dua periode.

Baca juga: Gerindra: Masa Jabatan Presiden Jangan Terlalu Lama, 2 Periode Cukup

Selain itu, lanjut Hidayat, muncul juga wacana amendemen kembali ke naskah asli UUD dan perubahan konstitusi secara menyeluruh.

Namun, Hidayat tidak menjelaskan fraksi-fraksi mana saja yang mewacanakan hal tersebut. Ia hanya menegaskan seluruh wacana yang muncul masih dibahas dan dikaji oleh pimpinan MPR.

"Itu bagian-bagian yang belum selesai dibahas. Jadi masih panjang dan sampai hari ini belum ada satu pun anggota MPR yang mengusulkan," kata Hidayat.

Baca juga: Gerindra Tak Sepakat Penambahan Masa Jabatan Presiden

Secara terpisah, Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani mengatakan, wacana perubahan masa jabatan presiden menjadi satu periode selama 8 tahun juga memiliki alasan atau dasar yang patut dipertimbangkan.

Dengan satu kali masa jabatan yang lebih lama, seorang presiden dapat menjalankan seluruh program dengan baik ketimbang lima tahun.

Anggota Komisi III Arsul Sani usai menghadiri syukuran menteri terpilih dari KAHMI di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (21/11/2019) malam. Dian Erika/KOMPAS.com Anggota Komisi III Arsul Sani usai menghadiri syukuran menteri terpilih dari KAHMI di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (21/11/2019) malam.

"Ya itu kan baru sebuah wacana ya. Dan itu juga punya logical thinking-nya. Karena dengan satu kali masa jabatan tapi lebih lama, dia juga bisa meng-exercise, mengeksekusi program-programnya dengan baik," kata Arsul.

Masa Jabatan Presiden Harus Dibatasi

Terkait munculnya wacana tersebut, Ketua Fraksi Partai Gerindra di MPR Ahmad Riza Patria menuturkan bahwa pihaknya tak sepakat dengan perubahan masa jabatan presiden.

Menurut Riza, ketentuan yang ada saat ini sudah ideal. Ia menegaskan bahwa masa jabatan presiden harus dibatasi dan tidak boleh diperpanjang.

"Kalau masa jabatan, saya kira sudah final ya kan, dua periode. Tetap dua periode, lima tahun itu idealnya," ujar Riza di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (21/11/2019).

"Jangan masa jabatan presiden itu berlama-lama. Sudah kita putuskan dua periode cukup," katanya.

Baca juga: Wakil Ketua MPR Ungkap Alasan Munculnya Wacana Masa Jabatan Presiden 8 Tahun

Hal senada diungkapkan oleh Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Ahmad Basarah.

Basarah menilai saat ini tak ada kebutuhan atau urgensi mengubah ketentuan masa jabatan presiden dalam UUD 1945.

Selain itu, ketentuan masa jabatan presiden saat ini ia anggap sudah cukup untuk memastikan pembangunan naisonal berjalan.

"Kami memandang tidak ada urgensinya untuk mengubah konstitusi kita yang menyangkut tentang masa jabatan presiden," ujar Basarah.

Baca juga: Wakil Ketua MPR Ungkap Ada Wacana Perubahan Masa Jabatan Presiden di UUD 1945

Basarah menegaskan bahwa Fraksi PDI-P ingin amendemen UUD 1945 dilakukan secara terbatas. Artinya, perubahan konstitusi hanya bertujuan untuk menghidupkan kembali GBHN.

Menurut Basarah, dengan adanya GBHN, rencana pembangunan nasional akan berkesinambungan meski terjadi pergantian kepemimpinan nasional.

"Kita tidak perlu lagi khawatir jika ganti presiden akan ganti visi misi, ganti program, karena sudah ada road map-nya. Bangsa Indonesia tidak perlu lagi khawatir siapa pun presidennya karena pembangunan nasional akan berkelanjutan," ucap Basarah.

Kompas TV Wakil ketua majelis permusyawaratan rakyat, MPR, menyebut saat ini ada wacana amendemen UUD 1945 terkait penambahan masa jabatan presiden, menjadi maksimal 15 tahun.<br /> <br /> Wakil ketua MPR fraksi PPP, Arsul Sani menyebut, wacana amendemen terkait penambahan masa jabatan presiden, saat ini belum dibahas di internal MPR. MPR masih mendengar sejumlah masukan terkait rencana amendemen UUD 1945. Sementara itu, PDI-P menilai saat ini, tidak ada urgensinya mengubah masa jabatan presiden dalam rencana amendemen UUD 1945. Menurut ketua DPP PDIP, Ahmad Basarah, masa jabatan presiden selama 2 periode, atau sepuluh tahun sudah cukup untuk sebuah pemerintahan. Bagi Basarah, yang penting adalah pembangunan nasional dapat berkesinambungan antara pemimpin satu dan lainnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Megawati Ajukan Amicus Curiae, Airlangga: Kita Tunggu Putusan MK

Megawati Ajukan Amicus Curiae, Airlangga: Kita Tunggu Putusan MK

Nasional
Bupati Sidoarjo Tersangka Dugaan Korupsi, Muhaimin: Kita Bersedih, Jadi Pembelajaran

Bupati Sidoarjo Tersangka Dugaan Korupsi, Muhaimin: Kita Bersedih, Jadi Pembelajaran

Nasional
Airlangga Sebut Koalisi Prabowo Akan Berdiskusi terkait PPP yang Siap Gabung

Airlangga Sebut Koalisi Prabowo Akan Berdiskusi terkait PPP yang Siap Gabung

Nasional
Dikunjungi Cak Imin, Anies Mengaku Bahas Proses di MK

Dikunjungi Cak Imin, Anies Mengaku Bahas Proses di MK

Nasional
AMPI Resmi Deklarasi Dukung Airlangga Hartarto Jadi Ketum Golkar Lagi

AMPI Resmi Deklarasi Dukung Airlangga Hartarto Jadi Ketum Golkar Lagi

Nasional
MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

Nasional
Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Nasional
Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Nasional
Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Nasional
TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya

TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya

Nasional
Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Nasional
Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Nasional
Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Nasional
Mardiono Jajaki Pertemuan dengan Prabowo Setelah Putusan MK

Mardiono Jajaki Pertemuan dengan Prabowo Setelah Putusan MK

Nasional
Mardiono Sebut Ada Ajakan Informal dari PAN dan Golkar Gabung ke Koalisi Prabowo-Gibran

Mardiono Sebut Ada Ajakan Informal dari PAN dan Golkar Gabung ke Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com