Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dugaan Korupsi Penanganan Flu Burung, Freddy Lumban Tobing Dituntut 2 Tahun Penjara

Kompas.com - 21/11/2019, 20:16 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Utama PT Cahaya Prima Cemerlang (CPC) Freddy Lumban Tobing dituntut 2 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (21/11/2019).

Freddy merupakan terdakwa kasus dugaan korupsi terkait pengadaan reagents dan consumables penanganan virus flu burung DIPA APBN-P tahun anggaran 2007 pada Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan.

"Kami menuntut supaya majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan, satu, menyatakan terdakwa Freddy Lumban Tobing terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi," kata jaksa KPK Ronald Worotikan saat membaca surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Jaksa menganggap bahwa Freddy selaku Direktur Utama PT CPC memperkaya dirinya dan perusahaannya sebesar Rp 10,86 miliar dan memperkaya PT Kimia Farma Trading Distribution (KFTD) sebesar Rp 1,46 miliar.

Baca juga: Korupsi Penanganan Flu Burung, Dirut PT CPC Didakwa Rugikan Negara Rp 12,3 Miliar

Freddy juga dianggap jaksa terbukti merugikan keuangan negara sebesar Rp 12,33 miliar dalam pengadaan reagents dan consumables tersebut.

Hal itu sesuai laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara yang tertuang dalam Surat Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, Deputi Bidang Investigasi, Nomor: SR-548/D6/1/2012.

Menurut jaksa, Freddy bersama mantan Direktur Bina Pelayanan Medik Dasar, Ratna Dewi Umar sekaligus kuasa pengguna anggaran (KPA) dan mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari mengatur sedemikian rupa proses pengadaan reagents dan consumables tersebut.

Pengaturan itu agar KTFD yang sebelumnya sepakat menyerahkan pelaksanaan pekerjaan tersebut kepada PT CPC bisa ditetapkan menjadi penyedia barang dan jasa.

Dengan cara memengaruhi panitia pengadaan dalam penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS) dan spesifikasi teknis barang serta daftar barang.

Kemudian, jumlah barang berdasarkan data yang berasal dari PT CPC dengan spesifikasi yang mengarah pada merek atau produk perusahaan tertentu sesuai keinginan PT CPC.

"Terlihat jelas perbuatan terdakwa bersama Ratna Dewi Umar serta Siti Fadilah Supari saling melengkapi untuk terwujudnya suatu tindak pidana. Terdakwa juga tergiur untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya," kata jaksa.

Dalam tuntutannya, hal yang memberatkan Freddy adalah tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.

Hal meringankan, Freddy bersikap sopan di persidangan, menyesali perbuatannya, memiliki tanggungan keluarga dan belum pernah dihukum.

Baca juga: Pengusaha Didakwa Perkaya Diri Rp 10,8 Miliar dalam Dugaan Korupsi Penanganan Flu Burung

Freddy juga telah mengembalikan hasil korupsi yang dinikmatinya bersama PT CPC sejumlah Rp 9.774.447.135 dari seluruh total kerugian negara yang dinikmati, yaitu sebesar Rp 10.861.961.069.

"Menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran sisa uang pengganti yang belum dikembalikan ke negara sejumlah Rp 1.087.513.924," kata jaksa.

Dengan ketentuan apabila tidak membayar dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, harta bendanya akan disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti.

"Dalam hal terdakwa tidak memiliki harta benda yang mencukupi maka dipidana penjara selama 1 tahun," kata jaksa.

Freddy dianggap jaksa terbukti melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Optimistis MK Diskualifikasi Gibran, Kubu Anies: Tak Ada Alasan untuk Tidak Pemungutan Suara Ulang

Optimistis MK Diskualifikasi Gibran, Kubu Anies: Tak Ada Alasan untuk Tidak Pemungutan Suara Ulang

Nasional
MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

Nasional
Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Nasional
Dana Zizwaf Selama Ramadhan 2024 Meningkat, Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat

Dana Zizwaf Selama Ramadhan 2024 Meningkat, Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat

Nasional
MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

Nasional
Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com