JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Ahmad Basarah menilai, saat ini tak ada kebutuhan atau urgensi mengubah ketentuan masa jabatan presiden dalam UUD 1945.
"Kami memandang tidak ada urgensinya untuk mengubah konstitusi kita yang menyangkut tentang masa jabatan presiden," ujar Basarah saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (21/11/2019).
Basarah menegaskan bahwa Fraksi PDI-P hanya ingin amendemen UUD 1945 dilakukan secara terbatas.
Artinya, perubahan konstitusi hanya bertujuan untuk menghidupkan kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Baca juga: Gerindra: Masa Jabatan Presiden Jangan Terlalu Lama, 2 Periode Cukup
Menurut Basarah, dengan adanya GBHN maka rencana pembangunan nasional akan berkesinambungan meski terjadi pergantiam kepemimpinan nasional.
"Kita tidak perlu lagi khawatir jika ganti presiden akan ganti visi misi, ganti program, karena sudah ada road map-nya. Bangsa indonesia tidak perlu lagi khawatir siapapun presidennya karena pembangunan nasional akan berkelanjutan," ucap Basarah.
Sebelumnya, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengungkapkan adanya wacana perubahan masa jabatan presiden dan wakil presiden terkait amendemen UUD 1945. Artinya, amendemen UUD 1945 tidak hanya sebatas menghidupkan kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Menurut Hidayat ada anggota fraksi di MPR yang mewacanakan seorang presiden dapat dipilih kembali sebanyak tiga periode.
Baca juga: Gerindra Tak Sepakat Penambahan Masa Jabatan Presiden
Ada pula yang mewacanakan presiden hanya dapat dipilih satu kali namun masa jabatannya diperpanjang menjadi delapan tahun.
"Iya memang wacana tentang amendemen ini memang beragam sesungguhnya, ada yang mewacanakan justru masa jabatan presiden menjadi tiga kali, ada yang mewacanakan untuk satu kali saja tapi dalam 8 tahun. Itu juga kami tidak bisa melarang orang untuk berwacana," ujar Hidayat, Rabu (20/11/2019).
Secara terpisah, Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani menuturkan bahwa saat ini pihaknya tengah menghimpun berbagai masukan terkait amendemen terbatas UUD 1945.
Salah satunya, wacana perubahan masa jabatan presiden menjadi hanya satu periode selama 8 tahun.
Menurut Arsul Sani, wacana tersebut juga memiliki alasan atau dasar yang patut dipertimbangkan.
Dengan satu kali masa jabatan yang lebih lama, seorang presiden dapat menjalankan seluruh programnya dengan baik, ketimbang lima tahun.
"Ya itu kan baru sebuah wacana ya. Dan itu juga punya logical thinking-nya. Karena dengan satu kali masa jabatan tapi lebih lama, dia juga bisa meng-exercise, mengeksekusi program-programnya dengan baik," kata Arsul.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.