JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Rahmat Bagja mengatakan, sistem pilkada asimetris bisa diterapkan asalkan tetap berpedoman kepada asas transparansi.
Selain itu, sistem asimetris juga perlu pencatatan administrasi yang baik.
"Boleh dilakukan (sistem asimetris), dengan catatan semua pencatatan (administrasi) baik dan transparan, " ujar Bagja ketika dikonfirmasi Kompas.com, Kamis (21/11/2019).
Sistem asimetris ini, kata Bagja, berarti mengakomodasi kearifan lokal dalam pemilihan kepala daerah.
Salah satunya, sistem noken di Papua yang tidak menggunakan kotak suara.
Baca juga: Pilkada Asimetris, Tiga Daerah Ini Sudah Tentukan Kepala Daerah dengan Cara Beda
Dalam sistem noken, jumlah suara pemilih untuk kandidat kepala daerah dihitung berdasarkan jumlah individu yang berbaris di depan noken (tas tradisional Papua).
Menurut Bagja, pilkada dengan noken ini harus tetap terdokumentasikan dengan baik.
"Misalnya, KTP elektronik untuk pemilih memang ada, bukan KTP elektronik orang lain. Kemudian data pemilih juga ada dan benar, bukan data siluman," ucapnya.
Lebih lanjut, Bagja mengungkapkan bahwa sistem pilkada asimetris tetap memiliki dasar hukum.
"Undang-Undang Dasar (1945) membolehkan. Maka ke depannya baik sistem pilkada simetris maupun pilkada asimetris tetap bisa diterapkan. Keduanya diakui undang-undang, " ujar Bagja.
Baca juga: Pilkada di Indonesia Sudah Asimetris, Kemendagri Sarankan Ada Evaluasi
Sebelumnya, pakar hukum tata negara Denny Indrayana mengatakan, pada dasarnya pilkada langsung atau tidak langsung sama-sama konstitusional.
Tak ada satu bentuk pemilihan kepala daerah dianggap konstitusional, sementara yang lain tidak.
"Kalau kita bicara pilkada, langsung atau tidak langsung, secara UUD 1945 itu memungkinkan ya," ujar Denny saat dijumpai di Kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis.
"Sebab, bahasa pada UUD-nya kan, dipilh secara demokratis," kata dia.
Artinya, konstitusi hanya menjelaskan prinsip umum, sementara bentuk teknisnya adalah politik hukum pembuat undang-undang.
Baca juga: Ridwan Kamil Tak Setuju Pilkada Dipilih DPRD