JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius mengatakan, prosedur operasi standar dalam pengamanan terhadap pejabat atas ancaman aksi radikalisme harus ditingkatkan.
Hal ini menyusul peristiwa penusukan mantan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto pada Oktober 2019 lalu, oleh oknum yang diduga terpapar radikalisme.
"Kaitannya dengan masalah (penusukan Wiranto) yang (terjadi di) Banten itu ditindaklanjuti sebagai pelajaran juga ke depan," kata Suhardi di hadapan anggota Komisi III DPR, saat rapat dengar pendapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (21/11/2019).
"SOP pejabat yang harus kita benahi juga. Ada seorang pejabat di situ yang akan melaksanakan kunjungan juga harus juga menjadi perhatian," tuturnya.
Baca juga: Kepala BNPT Sebut Pernyataan Ryamizard soal TNI Terpapar Radikalisme Tak Akurat
Suhardi mengatakan, pihaknya terus melakukan pemantauan terhadap potensi aksi radikalisme.
Menurut Suhardi, BNPT tidak hanya melakukan pencegahan, tetapi juga penindakan terhadap aksi tersebut.
"Kami semua monitoring, kami monitoring, deputi dua saya, jaringan kami, semua monitoring. Deputi satu saya bidang pencegahan, deputi dua masalah yang bidang penindakan," ujarnya.
Terkait hal ini, BNPT bekerja sama dengan Densus 88 Antiteror Mabes Polri, Badan Intelijen Negara (BIN), dan pihak terkait lainnya.
Suhardi mengklaim, pihaknya tak jarang turun langsung ke lapangan untuk memonitor potensi radikalisme di titik-titik tertentu.
"Kegiatan kami banyak sekali juga yang turun melihat fisik. Untuk potensi yang kami katakan itu kami juga turun ke lapangan," kata dia.
Baca juga: [VIDEO] Kepala BNPT: Jangankan Pekerja BUMN, Polisi Saja Ada yang Terpapar Radikalisme
Untuk diketahui, Wiranto ditusuk saat tiba di Alun-alun Menes, Kabupaten Pandeglang usai menghadiri sebuah acara di Universitas Mathla'ul Anwar.
Menurut polisi, Wiranto menderita luka di tubuh bagian depan. Polisi mengamankan dua pelaku yang terdiri dari satu perempuan dan satu laki-laki.
Keduanya berinisial SA dan FA. Polisi menyebut pelaku terpapar radikalisme ISIS. Kedua pelaku, menurut polisi, merupakan simpatisan kelompok teroris Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.