Putusan tersebut pun dinilai membingungkan. Pasalnya, bukti kejahatan yang disita dalam perkara ini bukanlah milik negara, melainkan milik jemaah.
Sehingga, menurut pakar tindak pidana pencucian uang (TPPU) Yenti Garnasih, yang paling berhak menerima pengembalian uang tersebut adalah jemaah.
"Uang itu uang siapa? Uang negara atau uang swasta atau masyarakat atau perorangan. Kalau uang negara kembali ke negara, kalau bukan uang negara yang harus ke pemilik awalnya," kata Yenti kepada Kompas.com, Sabtu (16/11/2019).
Baca juga: Pakar Hukum Pidana: Penyitaan Aset First Travel Membingungkan
Hal yang sama disampaikan Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto.
Menurut dia, seharusnya aset yang disita dalam kasus tersebut dapat dikembalikan kepada para korban First Travel.
"Nah itu enggak boleh, menurut saya itu terlalu zalim, itu kan bukan uang negara, bukan uang hasil proyek, bukan uang APBN, Bukan uang APBD, itu murni uang rakyat," kata Yandri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/11/2019).
Bahkan, ia menambahkan, negara seharusnya dapat melindungi hak-hak korban. Pasalnya, ia menduga, nilai aset yang disita tidak sebanding dengan kerugian yang dialami korban.
"Justru kalau masih kurang, negara harus mencarikan kekurangannya, toh banyak sumber pendapatan bukan pajak, atau dari CSR atau dari mana, tapi kalau negara justru menambah lebih beban jamaah dengan menyita aset negara, itu saya kira saya kira terlalu zalim," ujar dia.
Baca juga: Komisi VIII Sesalkan Aset First Travel Tak Diserahkan ke Korban Penipuan