JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan gugatan uji materil dan formil Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi.
Gugatan ini sebelumnya dimohonkan oleh 25 advokat yang juga berstatus sebagai mahasiswa pasca sarjana Universitas Islam As Syafi'iyah.
Dalam persidangan yang digelar Selasa (19/11/2019), agendanya ialah mendengarkan keterangan DPR dan Presiden.
Baca juga: Hakim MK Nilai Pemohon Uji Materi UU KPK Tak Serius
Mewakili DPR, hadir anggota Komisi III Fraksi PDI-Perjuangan, Arteria Dahlan. Sedangkan mewakili presiden yang dalam hal ini disebut sebagai pemerintah, hadir Koordinator Staf Ahli Menteri Hukum dan HAM Agus Haryadi sebagai kuasa hukum.
1. Tudingan DPR
Di hadapan majelis hakim MK, Arteria Dahlan mengungkap 'dosa-dosa' KPK yang menjadi latar belakang pihaknya merevisi UU KPK.
Menurut Arteria, belakangan angka tindak pidana korupsi terus meningkat. Tetapi, hal ini tidak diimbangi dengan kinerja KPK yang lebih baik.
"Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat, perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari sisi jumlah kasus yang terjadi maupun jumlah kerugian keuangan negara. Namun dalam perkembangannya, kinerja KPK dirasakan kurang efektif," kata Arteria di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa.
Baca juga: Dalam Sidang MK, DPR Bantah Revisi UU KPK Dilakukan Sembunyi-sembunyi
Arteria menuding bahwa banyak terjadi persoalan di internal KPK.
Ia menyebut, pengawasan dan koordinasi di dalam tubuh KPK begitu lemah. Selain itu, terjadi tumpang tindih kewenangan dengan instansi penegak hukum.
Proses penyadapan dinilai bermasalah. Pengelolaan antara penyidik dan penyelidik pun dianggap kurang terkoordinasi.
Belum lagi, banyak terjadi pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan staf KPK. Prosedur penanganan kasus pun banyak yang dinilai berbeda dengan ketentuan hukum acara pidana.
Baca juga: Dalam Sidang MK, DPR Bantah Revisi UU KPK Dilakukan Sembunyi-sembunyi
Dari aspek tata kelola SDM, lanjut Arteria, terdapat permasalahan penanganan pelanggaran kode etik pegawai KPK yang belum bekerja secara optimal.
"Sekalipun dikatakan ada pengawasan keuangan oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), pengawasan keuangan sangat tidak efektif. KPK tidak mau mentaati sebagaimana rekomendasi BPK yang ditaati oleh kementerian dan lembaga lain. MK yang kuat begini tunduk sama rekomendasi BPK, KPK enggak yang mulia," ujarnya.
Dalam hal pengawasan, KPK memang seolah diawasi oleh DPR. Tetapi, pengawasan itu dinilai sangat tidak efektif.
Baca juga: MK Minta DPR dan Pemerintah Serahkan Rekaman Rapat Pembahasan Revisi UU KPK