JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan mengatakan, pihaknya tidak bisa ikut campur dalam wacana pilkada langsung dan tidak langsung yang bergulir setelah Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengusulkan evaluasi pilkada.
Dalam menyelenggarakan pemilihan kepala daerah, kata Wahyu, KPU hanya melaksanakan bunyi undang-undang.
"KPU kan dalam hal ini kan sebagai pelaksana undang-undang, ya KPU tentu dalam posisi siap melaksanakan undang-undang," katanya kepada Kompas.com, Selasa (19/11/2019).
Baca juga: Komisi II Ingin UU Pilkada Selesai Direvisi Sebelum 2022
Wahyu mengatakan, undang-undang pilkada yang ada saat ini memerintahkan KPU untuk menyelenggarakan pilkada secara langsung.
Oleh karenanya, dipastikan pilkada 2020 tetap menggunakan pemilihan langsung.
Namun demikian, jika kelak undang-undang tersebut direvisi dan mekanisme pilkada diubah, KPU akan tetap patuh pada bunyi peraturan perundangan.
"Perkara nanti ada perubahan UU tentu KPU juga dalam posisi siap melaksanakan," ujar Wahyu.
Baca juga: Soal Pilkada Langsung atau Tidak, KPU Ingin Ada Kajian Mendalam
Wahyu menambahkan, pihaknya sependapat dengan Mendagri bahwa mekanisme pilkada harus dievaluasi.
Jika kelak pihaknya diminta pandangan mengenai pelaksanaan pilkada, Wahyu mengaku siap. Tetapi, KPU tidak akan sampai mencampuri urusan pembuatan peraturan perundang-undangan.
"KPU melakukan evaluasi sebatas kewenangan KPU yaitu bagaimana tata laksana pilkada itu menjadi lebih efektif dan efisien," kata Wahyu.
Baca juga: Evaluasi Pilkada, Komisi II DPR: Terbuka Opsi Gubernur Dipilih DPRD
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian berharap adanya kajian indeks kedewasaan demokrasi di tiap-tiap daerah terkait Pilkada langsung.
Tito mengatakan, hasil kajian indeks kedewasaan demokrasi itu akan menjadi opsi mekanisme pilkada dilakukan secara asimetris.
"Salah satunya sistem asimetris sistem yang tadi disampaikan. Kalau asimetris berarti kita harus membuat indeks democratic maturity yaitu kedewasaan demokrasi tiap daerah," kata Tito di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/11/2019).
Baca juga: Komisi II Dorong Pilkada Tetap Digelar Serentak dan Langsung
Tito menjelaskan, apabila daerah yang memiliki kedewasaan demokrasi yang cukup tinggi, pilkada langsung bisa diterapkan.
Sebab, masyarakat di daerah tersebut diasumsikan baka memahami dan mampu mengkritisi visi dan misi calon kepala daerah.
"Seperti di kota-kota besar. Di mana masyarakatnya kalau ada kepala daerah datang menjelaskan tentang kampanye, program didengar, dimaknai, diserap, setelah itu bisa tahu plus minus dan bisa mengkritik," ujar dia.