“Tentu presiden ingin berkoalisi dengan tokoh yang cocok secara personal dan profesional,” katanya.
Djayadi berpendapat, jabatan Menko Perekonomian yang diemban Airlangga menjadi salah satu tanda Presiden Jokowi percaya dengan politisi Golkar tersebut.
“Dengan tugas yang cukup berat itu, presiden punya keyakinan untuk mendelegasikan perekonomian Indonesia kepada Airlangga. Itu indikator bahwa presiden cukup dekat dengan Airlangga,” ucapnya.
Namun demikian, tim pemenangan Airlangga tak boleh lengah dengan narasi yang digulirkan tim pendukung Bamsoet.
Apalagi, Bamsoet yang menjabat Ketua MPR fokus mengurus bidang politik. Kondisi itu, imbuh dia, tentu berbeda dengan Airlangga yang mesti mengeksekusi kebijakan di bidang ekonomi.
“Timses masing-masing calon mesti mampu mengkomunikasikan pada pemilik suara, pada pengurus tingkat daerah dan ormas-ormas Golkar,” kata dia.
Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia, Hanta Yudha, menambahkan dinamika menjelang Munas Golkar memang menarik.
Faktor personal menjadi salah satu penentu kemenangan dalam pemilihan Ketua Umum Partai Golkar.
“Yang bisa jadi Ketua Umum Golkar adalah orang yang punya kompetensi dan kapasitas personal yang kuat,” katanya.
Modal kedua yang tak kalah penting, ia melanjutkan, yakni jaringan ke elit-elit partai, seperti para tokoh senior Partai Golkar.
Selain itu, calon Ketua Umum Golkar pun harus memiliki jejaring yang sangat kuat ke pengurus daerah, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Hanta mengatakan, calon ketua umum partai berlambang pohon beringin perlu memiliki modal kapital untuk bisa memimpin partai selama 5 tahun ke depan.
“Yang paling penting, modal presidensial. Calon mesti memiliki kedekatan dengan mendapat restu atau sinyal dari kekuasaan,” katanya.
Soal penentuan Ketua Umum Golkar, ia melanjutkan, bisa saja dilakukan secara terbuka yakni dengan pemungutan suara.
Meski demikian, tak tertutup kemungkinan pemilihan ketua partai dilakukan berdasarkan aklamasi.