“Dua-duanya punya peluang, tapi kalau lihat tradisi di Golkar, memang yang lebih dekat dengan presiden yang punya peluang lebih banyak terpilih,” ujarnya.
Ia menilai, Airlangga memiliki kedekatan politik dengan Presiden Jokowi karena saat ini berada di Kabinet Indonesia Maju.
Tak cukup kedekatan dalam konteks hubungan formal, ia menambahkan, kunci sukses calon Ketua Umum Partai Golkar perlu punya kedekatan personal dengan presiden.
“Tentu presiden ingin berkoalisi dengan tokoh yang cocok secara personal dan profesional,” katanya.
Djayadi berpendapat, jabatan Menko Perekonomian yang diemban Airlangga menjadi salah satu tanda Presiden Jokowi percaya dengan politisi Golkar tersebut.
“Dengan tugas yang cukup berat itu, presiden punya keyakinan untuk mendelegasikan perekonomian Indonesia kepada Airlangga. Itu indikator bahwa presiden cukup dekat dengan Airlangga,” ucapnya.
Namun demikian, tim pemenangan Airlangga tak boleh lengah dengan narasi yang digulirkan tim pendukung Bamsoet.
Apalagi, Bamsoet yang menjabat Ketua MPR fokus mengurus bidang politik. Kondisi itu, imbuh dia, tentu berbeda dengan Airlangga yang mesti mengeksekusi kebijakan di bidang ekonomi.
“Timses masing-masing calon mesti mampu mengkomunikasikan pada pemilik suara, pada pengurus tingkat daerah dan ormas-ormas Golkar,” kata dia.
Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia, Hanta Yudha, menambahkan dinamika menjelang Munas Golkar memang menarik.
Faktor personal menjadi salah satu penentu kemenangan dalam pemilihan Ketua Umum Partai Golkar.
“Yang bisa jadi Ketua Umum Golkar adalah orang yang punya kompetensi dan kapasitas personal yang kuat,” katanya.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan