JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR Fraksi PDI-Perjuangan, Arteria Dahlan membantah pihaknya bersama pemerintah melakukan pembahasan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara sembunyi-sembunyi.
Bantahan ini ditujukan kepada para pemohon uji materil dan formil UU KPK hasil revisi dalam persidangan yang digelar di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (19/11/2019).
Arteria hadir memberikan keterangan mewakili unsur DPR RI.
Ia menyebut bahwa tudingan pemohon yang menyebut pembahasan revisi UU KPK dilakukan secara sembunyi-sembunyi merupakan tuduhan yang keliru dan sesat.
"Opini para pemohon yang menyatakan pembahasan UU KPK perubahan kedua dilakukan secara tersembunyi, dibahas dalam rapat-rapat tertutup, dalam kurun waktu yang relatif singkat, adalah opini yang menyesatkan, opini yang keliru, opini yang tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya," kata Arteria di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (19/11/2019).
Baca juga: MK Minta DPR dan Pemerintah Serahkan Rekaman Rapat Pembahasan Revisi UU KPK
Arteria mengatakan, DPR melakukan pembahasan revisi UU KPK secara terbuka dan transparan.
DPR dan pemerintah juga telah melibatkan berbagai unsur terkait, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Arteria, rapat paripurna pengesahan UU KPK hasil revisi juga sah secara hukum.
Sebab, rapat yang digelar pada 17 September tersebut memenuhi kuorum, dengan dihadiri 289 dari 560 anggota DPR.
"Oleh karena itu, opini para pemohon yang menyatakan bahwa jumlah anggota DPR RI yang hadir berjumlah 80 orang atau setidak-tidaknya kurang dari setengah anggota DPR RI adalah opini yang keliru, opini yang menyesatkan dan tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya," kata Arteria.
Adapun uji materi dan formil UU KPK hasil revisi ini diajukan 25 advokat yang juga berstatus sebagai mahasiswa pascasarjana Universitas Islam As Syafi'iyah ke Mahkamah Konstitusi.
Baca juga: Dalam Sidang MK, Arteria Dahlan Bantah Dewan Pengawas Ganggu KPK
Dari sisi materil, pemohon mempermasalahkan Pasal 21 Ayat (1) huruf a yang mengatur tentang dewan pengawas.
Pemohon menilai, adanya dewan pengawas KPK justru menyebabkan KPK menjadi tidak independen.
"Menurut pendapat kami dewan pengawas ini nanti membuat KPK ini jadi tidak independen. Sehingga menurut pendapat kami ini harus dibatalkan," kata Wiwin Taswin, salah seorang perwakilan pemohon, di hadapan Majelis Hakim MK di gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (14/10/2019).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.