Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

Hendak ke Mana Boeing dan FAA Pasca Tragedi B-737-MAX-8?

Kompas.com - 16/11/2019, 21:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Hanya beberapa hari menjelang setahun kecelakaan pesawat Lion Air JT-610, KNKT (Komite Nasional Kecelakaan Transpostasi) mengumumkan “final report” hasil investigasinya.

Salah satu rekomendasi yang tercantum dalam pengumuman hasil akhir penyelidikan penyebab kecelakaan dialamatkan kepada pihak Boeing dalam aspek desain pesawat terbang terkait Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS)

Sebenarnya, dalam dua sampai tiga dekade belakangan ini, angka kecelakaan pesawat terbang sudah jauh menurun karena kemajuan teknologi penerbangan yang sangat pesat.

Akan tetapi, sejak 10-15 tahun terakhir, telah terjadi beberapa kecelakaan tragis pesawat terbang produk teknologi mutakhir yang sulit dipercaya.

Di sisi lain, dua kecelakaan fatal terakhir yang dialami Lion Air dan Ethiopian Airlines telah mengundang tanda tanya besar dari konsumen pengguna jasa angkutan udara di seluruh dunia.

Ternyata kemajuan teknologi dalam dunia penerbangan yang berjalan sangat cepat itu telah memperlihatkan betapa peran human factor  sangat dominan dalam hal terjadinya kecelakaan.

Tiga kecelakaan pesawat terbang modern sebelum tragedi Lion Air dan Ethiopian Airlines menunjukkan fenomena menarik. 

Fenomena itu didapat dari hasil investigasi tentang penyebab kecelakaan fatal pada pesawat terbang produk teknologi mutakhir.

Pesawat terbang Boeing 777 milik maskapai penerbangan Korea Selatan Asiana Airlines jatuh saat mendarat di bandara internasional San Francisco, AS. Pesawat ini melayani penerbangan Seoul-San Francisco dan membawa lebih dari 300 orang penumpang dan awak.JUSTIN SULLIVAN / GETTY IMAGES NORTH AMERICA / AFP Pesawat terbang Boeing 777 milik maskapai penerbangan Korea Selatan Asiana Airlines jatuh saat mendarat di bandara internasional San Francisco, AS. Pesawat ini melayani penerbangan Seoul-San Francisco dan membawa lebih dari 300 orang penumpang dan awak.
Ketiga kecelakaan tersebut adalah peristiwa Turkish Air yang crashed menjelang mendarat di Schippol Amsterdam, Air France 447 yang masuk laut di perairan Atlantik dan Asiana Airlines yang menabrak dinding landasan saat akan mendarat di San Fransisco.

Dari hasil penyelidikan tentang penyebab ketiga kecelakaan tersebut terdapat benang merah  yang menyebutkan mengenai gejala automation addiction dan lack of knowledge pilot terhadap Computer Flight Management System.

Khusus mengenai Pilot Automation Addiction, telah dilakukan riset cukup mendalam antara lain di IOWA State University yang disponsori oleh NASA.

Riset menyebutkan tentang ketergantungan yang berlebihan dari pilot terhadap sistem kendali otomatis pesawat terbang mengakibatkan turunnya keterampilan pilot dalam menerbangkan pesawat terbang secara manual.

Pilot telah berkurang “basic flying skill” nya dalam hal terbang manual karena terlalu menggantungkan kepada sistem otomatis kendali pesawat terbang modern.

Tentang lack of knowledge pilot terhadap Computer Flight Management System, belum terdengar ada studi mendalam untuk menganalisisnya.

Kesimpulan sementara dari ketiga kecelakaan yang terjadi dapat dikatakan bahwa kecepatan laju modernisasi teknologi penerbangan telah membuat metoda “education and training” bagi awak yang akan mengoperasikannya tertinggal.

Muncul  kesenjangan dari kecepatan laju kemajuan teknologi dengan penyesuaian metoda pendidikan dan latihan bagi sumber daya manusia yang akan mengawakinya.

Kesenjangan inilah yang telah membuka peluang terhadap kemungkinan terjadinya kecelakaan pesawat terbang modern.

Pada kasus dua kecelakaan pesawat Boeing 737-MAX-8, terbukti bahwa selain terjadi  kesenjangan dari laju kemajuan teknologi penerbangan dengan metode pendidikan dan latihan sumber daya manusia yang akan mengawakinya, ternyata terdapat faktor lain yang muncul belakangan.

Faktor itu adalah kurangnya komunikasi antara pabrik pembuat pesawat dengan operator dan atau maskapai penerbangan dalam hal ini para pilot dan teknisi calon pengguna di lapangan.

Kasus Boeng 737-Max-8 pada akhirnya telah memaksa pihak pabrik dan juga otoritas penerbangan untuk melakukan komunikasi yang lebih intens dengan “user” dalam hal ini para pilot dan teknisi yang akan mengawakinya.

Pola laju kemajuan teknologi yang diterapkan dalam dunia penerbangan terutama pada sistem kendali pesawat terbang, mau tidak mau memang harus dikomunikasikan jauh lebih awal pada sebelum pesawat terbang beroperasi.

Kiranya kasus B-737-Max-8 telah memberikan pelajaran yang sangat mahal untuk dibayar dalam proses modernisasi teknologi pesawat terbang.

Realitanya, perlombaan untuk menerapkan mesin pesawat terbang yang irit bahan bakar telah menelan korban ratusan nyawa.

Sekarang ini tidak hanya Boeing akan tetapi juga FAA (Federal Aviation Administration) sebagai regulator tengah berada di ujung tanduk atau di tikungan jalan “kredibilitas” yang disandangnya sebagai penjunjung tinggi faktor “Aviation Safety” yang sudah sejak puluhan tahun disandangnya.

Pasca kecelakaan Lion Air dan Ethiopian Airlines berkembang luas “tuduhan” terhadap Boeing yang telah bersama-sama dengan FAA dianggap lebih mengutamakan “profit” diatas “safety”.

Pertanyaan yang muncul dan kemudian santer terdengar adalah, “Hendak kemana Boeing dan FAA pergi?”

Semoga kedepan hal tersebut tidak terulang kembali.

Seattle 15 November 2019

Chappy Hakim

Pusat Studi Air Power Indonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

Nasional
Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Nasional
Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Nasional
Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Nasional
Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com