Hanya beberapa hari menjelang setahun kecelakaan pesawat Lion Air JT-610, KNKT (Komite Nasional Kecelakaan Transpostasi) mengumumkan “final report” hasil investigasinya.
Salah satu rekomendasi yang tercantum dalam pengumuman hasil akhir penyelidikan penyebab kecelakaan dialamatkan kepada pihak Boeing dalam aspek desain pesawat terbang terkait Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS)
Sebenarnya, dalam dua sampai tiga dekade belakangan ini, angka kecelakaan pesawat terbang sudah jauh menurun karena kemajuan teknologi penerbangan yang sangat pesat.
Akan tetapi, sejak 10-15 tahun terakhir, telah terjadi beberapa kecelakaan tragis pesawat terbang produk teknologi mutakhir yang sulit dipercaya.
Di sisi lain, dua kecelakaan fatal terakhir yang dialami Lion Air dan Ethiopian Airlines telah mengundang tanda tanya besar dari konsumen pengguna jasa angkutan udara di seluruh dunia.
Ternyata kemajuan teknologi dalam dunia penerbangan yang berjalan sangat cepat itu telah memperlihatkan betapa peran human factor sangat dominan dalam hal terjadinya kecelakaan.
Tiga kecelakaan pesawat terbang modern sebelum tragedi Lion Air dan Ethiopian Airlines menunjukkan fenomena menarik.
Fenomena itu didapat dari hasil investigasi tentang penyebab kecelakaan fatal pada pesawat terbang produk teknologi mutakhir.
Dari hasil penyelidikan tentang penyebab ketiga kecelakaan tersebut terdapat benang merah yang menyebutkan mengenai gejala automation addiction dan lack of knowledge pilot terhadap Computer Flight Management System.
Khusus mengenai Pilot Automation Addiction, telah dilakukan riset cukup mendalam antara lain di IOWA State University yang disponsori oleh NASA.
Riset menyebutkan tentang ketergantungan yang berlebihan dari pilot terhadap sistem kendali otomatis pesawat terbang mengakibatkan turunnya keterampilan pilot dalam menerbangkan pesawat terbang secara manual.
Pilot telah berkurang “basic flying skill” nya dalam hal terbang manual karena terlalu menggantungkan kepada sistem otomatis kendali pesawat terbang modern.
Tentang lack of knowledge pilot terhadap Computer Flight Management System, belum terdengar ada studi mendalam untuk menganalisisnya.
Kesimpulan sementara dari ketiga kecelakaan yang terjadi dapat dikatakan bahwa kecepatan laju modernisasi teknologi penerbangan telah membuat metoda “education and training” bagi awak yang akan mengoperasikannya tertinggal.
Muncul kesenjangan dari kecepatan laju kemajuan teknologi dengan penyesuaian metoda pendidikan dan latihan bagi sumber daya manusia yang akan mengawakinya.
Kesenjangan inilah yang telah membuka peluang terhadap kemungkinan terjadinya kecelakaan pesawat terbang modern.
Pada kasus dua kecelakaan pesawat Boeing 737-MAX-8, terbukti bahwa selain terjadi kesenjangan dari laju kemajuan teknologi penerbangan dengan metode pendidikan dan latihan sumber daya manusia yang akan mengawakinya, ternyata terdapat faktor lain yang muncul belakangan.
Faktor itu adalah kurangnya komunikasi antara pabrik pembuat pesawat dengan operator dan atau maskapai penerbangan dalam hal ini para pilot dan teknisi calon pengguna di lapangan.
Kasus Boeng 737-Max-8 pada akhirnya telah memaksa pihak pabrik dan juga otoritas penerbangan untuk melakukan komunikasi yang lebih intens dengan “user” dalam hal ini para pilot dan teknisi yang akan mengawakinya.
Pola laju kemajuan teknologi yang diterapkan dalam dunia penerbangan terutama pada sistem kendali pesawat terbang, mau tidak mau memang harus dikomunikasikan jauh lebih awal pada sebelum pesawat terbang beroperasi.
Kiranya kasus B-737-Max-8 telah memberikan pelajaran yang sangat mahal untuk dibayar dalam proses modernisasi teknologi pesawat terbang.
Realitanya, perlombaan untuk menerapkan mesin pesawat terbang yang irit bahan bakar telah menelan korban ratusan nyawa.
Sekarang ini tidak hanya Boeing akan tetapi juga FAA (Federal Aviation Administration) sebagai regulator tengah berada di ujung tanduk atau di tikungan jalan “kredibilitas” yang disandangnya sebagai penjunjung tinggi faktor “Aviation Safety” yang sudah sejak puluhan tahun disandangnya.
Pasca kecelakaan Lion Air dan Ethiopian Airlines berkembang luas “tuduhan” terhadap Boeing yang telah bersama-sama dengan FAA dianggap lebih mengutamakan “profit” diatas “safety”.
Pertanyaan yang muncul dan kemudian santer terdengar adalah, “Hendak kemana Boeing dan FAA pergi?”
Semoga kedepan hal tersebut tidak terulang kembali.
Seattle 15 November 2019
Chappy Hakim
Pusat Studi Air Power Indonesia
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.