JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat terorisme UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Zaki Mubarak melihat, pelaku teror saat ini menggunakan berbagai kamuflase dalam melancarkan aksinya.
Kamuflase yang dilakukan itu dinilai cukup sederhana, namun cukup efektif menyerang sasarannya.
Zaki mencontohkan serangan teror di Markas Polsek Wonokromo, Agustus 2019 lalu.
"Yang di Wonokoromo itu ada orang mengaku kehilangan motor, lalu bilang mau ketemu polisi untuk melapor. Ternyata itu hanya alasan untuk menyerang polisi," ungkap Zaki dalam acara diskusi di Jakarta, Sabtu (16/11/2019).
Baca juga: Bom dan Senpi Rakitan Diamankan dari Terduga Teroris di Sumut
Contoh lainnya, aksi bom bunuh diri yang terjadi di Markas Polrestabes Medan, baru-baru ini.
Pelaku berinisial RNM menggunakan jaket ojek online dalam melakukan aksi bom bunuh diri yang melukai enam orang.
Menurut Zaki, jaket itu merupakan kamuflase agar tidak dicurigai aparat.
Tentunya, setiap orang yang melihat seseorang menggunajak jaket ojek online berpendapat, orang itu hendak mengantarkan sesuatu.
Baca juga: Diskriminatif Dinilai Jadi Faktor Teroris Semakin Memusuhi Polisi
Kamuflase-kamuflase semacam ini, lanjut Zaki, adalah hasil pembelajaran yang dilakukan kelompok teroris di Indonesia.
"Sebelumnya ya jarang sekali orang melakukan aksi teror dengan menggunakan kamulfase sederhana," ujar Zaki.
"Saya memperkirakan, kamuflase ini akan semakin bervariasi sehingga makin sulit dideteksi oleh polisi," lanjut dia.
Ia mengimbau aparat dan masyarakat meningkatkan kewaspadaan terkait fenomena ini.
Sementara itu, saat ditanya mengenai baru teroris melibatkan istri dan anak saat beraksi, Zaki sepakat bahwa itu merupakan strategi baru.
Baca juga: Satu Terduga Teroris Terpeleset di Kandang Ayam dan Kabur ke Kebun Sawit
Menurut dia, perempuan dan anak-anak tak akan dipandang sebagai orang yang berpotensi melakukan aksi serangan teror.
Selain itu, pelibatan anak dan istri dalam serangan teror itu juga disebabkan lantaran pelaku teror laki-laki kian berkurang seiring dengan penindakan yang dilakukan aparat penegak hukum.
"(Teroris) di Indonesia sedang kekurangan sumber daya. Sebab teroris laki-laki itu banyak yang tewas atau dipenjara," ujar Zaki.
"Dengan demikian, si anak dan perempuan (istri) kemudian diajak (melakukan teror)," tambah dia.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.