JAKARTA, KOMPAS.com — Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Harris Azhar berpendapat, teroris semakin menyasar polisi karena polisi diduga banyak melakukan tindakan diskriminatif terhadap anggota teroris ketika penangkapan.
"Polisi (cenderung) memberikan penanganan khusus untuk kasus-kasus terorisme. Berbeda pada kasus penipuan atau kasus yang ada kaitan dengan pengusaha yang mana polisi lebih hati-hati," ujar Haris dalam diskusi di Tanah Abang, Jakarta Pusat, Sabtu (16/11/2019).
"Tetapi, kalau (menangani) kasus teroris, maka keras (penindakannya) sehingga, menurut saya, wajar (teroris selalu menyasar polisi). Sebab, ada tindakan diskriminatif di dalam penegakan hukum," lanjut dia.
Baca juga: Koordinasi Penanganan Terorisme di Bawah Komando Maruf Amin
Dugaan tindakan diskriminatif inilah yang menurut Haris membuat polisi semakin dimusuhi oleh kelompok teroris.
Haris kemudian mencontohkan salah satu terduga teroris bernama Siyono yang tewas di tangan aparat sebelum diadili di meja hijau.
Saat itu, Siyono diduga mengalami penganiayaan saat ditangkap aparat. Kemudian, saat jenazah Siyono diotopsi oleh tim dokter dari Muhammadiyah, ditemukan bekas pendarahan di kepala.
Baca juga: Wapres: Guru Ngaji Tak Perlu Disertifikasi untuk Cegah Terorisme
"Kemudian ada informasi yang menyebutkan bahwa istri almarhum diberikan uang duka oleh Densus 88," tutur Haris.
Dari peristiwa ini, Haris berpendapat, apabila penanganan pelaku terorisme dilakukan dengan mengedepankan soft approach, ia meyakini setidaknya tensi permusuhan dapat diminimalisasi.
"Karena sebenarnya individu teroris (pada mulanya) mengakui konsep negara. Akan tetapi, kalau negara mengadili dengan konsep treatment yang benar, saya pikir permusuhan ini tidak semakin menjadi-jadi," kata Haris.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.