"Pak Muhadjir (Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy) jangan membuat kegaduhan di Republik ini, urusan nikah sangat privat, bila sudah memenuhi syarat dari sudut keyakinan dari masing-masing orang, jangan dibuat persyaratan yang tak perlu," kata Wakil Ketua Komisi VIII Marwan Dasopang saat dihubungi Kompas.com, Jumat, (15/11/2019).
Menurut dia, kebijakan ini akan memicu sejumlah persoalan, misalnya, bila ada pasangan yang tidak lulus kelas pra-nikah dan tak mendapat sertifikasi, dikhawatirkan akan melakukan perzinaan.
Ia juga mengatakan, tak ada jaminan dengan sertifikasi tersebut pasangan suami-istri akan terhindar dari perceraian.
"Berikutnya siapa yang menerbitkan sertifikat dan apa pertanggungjawaban atas tidak lulusnya seseorang yang menghambat pernikahan, atau lulus dan boleh menikah tapi cerai, bolehkah otoritas sertifikat digugat," ujar dia.
Baca juga: Wakil Komisi VIII soal Sertifikasi Perkawinan: Pak Menko PMK Jangan Bikin Gaduh
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VIII Ace Hasan Syadzily meminta agar wacana kebijakan baru tersebut tak memberatkan masyarakat untuk melaksanakan pernikahan, terutama dalam segi biaya.
Selain itu, ia meminta agar prosedur program sertifikasi perkawinan tidak berbelit-belit.
"Jangan sampai ini memberatkan warga untuk melaksanakan pernikahan, terutama dari segi biaya. Juga jangan sampai prosedurnya berbelit-belit," kata Ace saat dihubungi wartawan, Kamis (14/11/2019).
Dibantah wapres
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia tak mempersoalkan bila pemerintah berencana merealisasikan wacana tersebut selama tujuannya jelas.
Namun, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik meminta, agar program ini tidak menjadi sebuah kewajiban.
"Kalau (dijadikan) kewajiban itu berarti menambahkan suatu hal tertentu yang sebenarnya tidak bisa dijadikan sesuatu yang wajib. Sehingga, nanti orang komplain kalau itu dibuat jadi kewajiban," ujar Ahmad di sela-sela mengisi diskusi di Grand Sahid Jaya, Sudirman, Jakarta Pusat, Jumat (15/11/2019).
Hanya saja, Komnas HAM memberikan sejumlah syarat. Pertama, program sertifikasi perkawinan dilakukan sepanjang tidak memberatkan calon mempelai.
Pemerintah diminta menyusun teknis yang jelas sebelum melaksanakan rencana sertifikasi perkawinan.
"Termasuk sebaiknya dibiayai oleh pemerintah. Sebab, yang membuat ide adalah pemerintah sehingga harus menjadi tanggung jawab pemerintah, " ucap Ahmad.
Baca juga: Soal Sertifikasi Perkawinan, Komnas HAM Minta Jangan Dijadikan Kewajiban
Kedua, waktu pelaksanaan kelas pra-nikah harus disepakati bersama antara penyelenggara dengan calon pengantin.