Sementara di era Orde Baru nasionalisme dipupuk dan dibentuk dalam doktrin-doktrin yang bersifat top-down serta terkesan digunakakan sebagai legitimasi kekuasaan yang bersifat militeristik.
Nasionalisme mendapat tantangan yang signifikan di era reformasi. Hal ini ditandai dengan mulai terpinggirkannya muatan Pancasila di level pendidikan formal yang sebagaian besar terfokus hanya pada perkembangan teknologi dan ekonomi.
Memudarnya nasionalisme di era ini juga dapat disoroti dari maraknya konflik sosial berbasis ras seperti kasus Poso, Ambon, Aceh, Papua, serta lepasnya Timor Timur dari Indonesia, bermunculannya ormas-ormas yang menegaskan identitas kultural, serta banyaknya ideologi alternatif yang kerap bertentangan dengan ideologi bangsa.
Belum lagi, maraknya berbagai narasi primordialisme dan sentimen berbasis isu SARA yang berkembang di masyarakat pada saat pilpres dua periode terakhir seolah membuat sekat-sekat kultural menjadi lebih kuat dan tidak terhindarkan.
Berangkat dari kenyataan ini, nasionalisme perlu disuarakan kembali untuk menjaga kedaulatan bangsa dan membawa Indonesia ke arah yang lebih baik karena jika tidak persatuan dan kesatuan akan terancam dan generasi mendatang akan bersikap apatis terhadap negerinya sendiri.
Jika nasionalisme dalam konteks dulu dibangun untuk membentuk kesadaran kolektif demi memerdekakan diri dari kolonialisme, di era kontemporer ini nasionalisme harus dibangun untuk membawa Indonesia menjadi negara yang maju dan berdaulat.
Oleh karena itu, diperlukan strategi-strategi yang tepat dan efisien dalam upaya menumbuhkembangkan kembali nasionalisme di kalangan masyarakat Indonesia kontemporer, khususnya di kalangan kelompok muda.
Hal pertama yang bisa dilakukan adalah dengan menguatkan kembali nasionalisme di level pendidikan formal.
Muatan Pancasila wajib diberikan serta diamalkan di semua level pendidikan formal dengan penerapan yang tepat.
Kedua, masih dalam level pendidikan formal, narasi-narasi sejarah tentang kepahlawanan yang wajib munculkan kembali, diketahui, dan dipahami oleh generasi muda. Misalnya, kisah tentang ikrar Sumpah Pemuda terkait kesadaran berbangsa dan bernegara yang digagas oleh kelompok muda dan menjadi cikal bakal proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Selain itu, model pendidikan karakter yang dilakukan oleh K.H. Dewantara yang menitikberatkan pada pendidikan karakter pada bidang kesenian dan kebudayaan dalam upaya memperhalus budi pekerti dan kemanusiaan masih relevan untuk diterapkan.
Ketiga, penguatan nasionalisme dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan budaya populer, seperti kegiatan olah raga, musik, film, kompetisi pendidikan, dan masih banyak lagi.
Suksesnya perayaan Asian Games di Indonesia 2018 yang dibarengi dengan meningkatkan prestasi altet-atlet Indonesia terbukti berhasil dalam menumbuhkan semangat nasionalisme dan kebanggaan menjadi bagian dari bangsa Indonesia di kalangan masyarakat.
Selain itu, kemenangan siswa Indonesia dalam meraih medali emas di Olimpiade Matematika di Lucknow India serta kemenangan penyanyi muda Indonesia, Claudia Emmanuela Santoso, dalam ajang pencarian bakat di Jerman juga sukses dalam membangun nasionalisme di kalangan masyarakat.
Sebagai bangsa yang terdiri dari beragam unsur kebudayaan, Indonesia memiliki keunggulan di bidang kreativitas seni dan budaya sehingga nasionalisme dapat diinternalisasi dan diolah secara kekinian dengan menonjolkan kebhinekaan budaya dalam bentuk kegiatan-kegiatan kreatif di kancah internasional untuk rasa kebanggaan terhadap Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.