Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Silang Pendapat Internal Pemerintah soal Desa Fiktif...

Kompas.com - 15/11/2019, 05:55 WIB
Dani Prabowo,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Silang pendapat terkait keberadaan "desa siluman" atau desa fiktif yang muncul terkait pencarian dana desa kembali terjadi di internal pemerintah.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) meyakini bahwa keberadaan desa tersebut tidak ada.

Di lain pihak, Kementerian Dalam Negeri tak ingin disalahkan terkait adanya dugaan desa fiktif yang menerima alokasi dana desa.

Kemendagri justru menyalahkan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten tempat desa berada karena lemahnya pengecekan dan tidak melakukan verifikasi faktual.

Baca juga: Sri Mulyani: Ada Dana Desa, Banyak Desa Baru Tak Berpenduduk

Polemik desa fiktif bermula saat Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan di depan anggota Komisi XI di Kompleks Parlemen 4 November lalu. Salah satu materi yang disampaikan yakni terkait penyaluran dana desa.

Ia mengungkapkan, kemunculan desa fiktif ini tidak terlepas dari derasnya kucuran dana desa yang resmi disalurkan pemerintah setiap tahunnya.

Bahkan, menurut laporan yang ia terima, banyak desa baru tak berpenduduk yang sengaja dibentuk agar bisa mendapatkan kucuran dana desa secara rutin.

"Kami mendengar beberapa masukan karena adanya transfer ajeg dari APBN sehingga sekarang muncul desa-desa baru yang bahkan tidak ada penduduknya, hanya untuk bisa mendapatkan (dana desa)," kata Sri Mulyani, saat itu.

Baca juga: Sri Mulyani Sisir Anggaran Usai Heboh Soal Desa Fiktif

Proses hukum

Sejurus dengan pernyataan Menkeu, Polda Sulawesi Tenggara rupanya tengah mengusut kasus desa fiktif di Kabupaten Konawe. Dari 56 desa yang terindikasi fiktif, petugas telah melakukan pengecekan fisik terhadap 23 desa di antaranya.

Hasilnya, dua desa diketahui tidak memiliki penduduk sama sekali.

Namun, Kepala Subdit Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Polda Sultra, Kompol Dolfi Kumaseh menyatakan, pihaknya belum bersedia mengungkapkan identitas kedua desa tersebut.

"Penyidik sudah periksa saksi dari Kemendagri, kemudian ahli pidana dan ahli adiministrasi negara. Telah dilakukan pemeriksaan fisik kegiatan dana desa bersama ahli lembaga pengembangan jasa konstruksi," kata Dolfi di kantornya, 7 November lalu.

Pengusutan serupa juga dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga antirasuah itu mengindikasi adanya 34 desa yang diduga bermasalah.

Tiga desa dinyatakan fiktif, sedangkan 31 lainnya ada tapi surat keputusan pembentukannya dibuat dengan tanggal mundur.

Baca juga: Polda Sultra Temukan 2 Desa Fiktif di Konawe

Sementara, ketika desa tersebut dibentuk sedang berlaku kebijakan moratorium dari Kemendagri. Sehingga untuk bisa mendapatkan dana desa harus dibuat tanggal pembentukan backdate.

Perkara ini kemudian telah naik ke tahap penyidikan dan membutuhkan keterangan ahli pidana.

"Akan dilakukan pengambilan keterangan ahli hukum pidana untuk menyatakan proses pembentukan desa yang berdasarkan peraturan daerah yang dibuat dengan tanggal mundur (backdate), merupakan bagian dari tindak pidana dan dapat dipertanggungjawabkan atau tidak," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam keterangan tertulis, 6 November 2019.

Baca juga: Soal Dugaan Desa Fiktif, KPK: Ini Warning

Diusut

Mencuatnya kasus desa fiktif rupanya cukup menyita perhatian Istana Kepresidenan. Presiden Joko Widodo bahkan memastikan, akan mengejar pelaku bila terbukti kebenaran desa fiktif tersebut.

"Kami kejar agar yang namanya desa-desa tadi diperkirakan, diduga, itu fiktif, ketemu, ketangkep," kata Jokowi di Jakarta, 6 November lalu.

Ia menilai, ada oknum tidak bertanggung jawab yang sengaja menciptakan desa fiktif. Oknum tersebut diduga sengaja memanfaatkan keberadaan banyaknya desa yang ada di seluruh wilayah Indonesia.

Tercatat, ada 74.800 desa yang terdapat di seluruh Tanah Air.

Baca juga: Wapres Minta Temuan Desa Fiktif Terus Diusut

"Manajeman mengelola desa sebanyak itu tidak mudah. Tetapi, kalau informasi benar ada desa siluman itu, misalnya dipakai plangnya saja, tapi desanya enggak, bisa saja terjadi," kata dia.

Sementara itu, Wakil Presiden Ma'ruf Amin meminta, agar kementerian terkait dan aparat penegak hukum mengusut tuntas informasi keberadaan desa fiktif itu.

"Harus terus di-update. Jadi, tidak hanya menerima laporan tapi juga mengecek betul apa tidak jumlah desa itu. Saya anjurkan untuk terus, siapa tahu masih ada lagi yang belum terdeteksi, belum diketahui," kata dia.

Tak ada verifikasi

Di lain pihak, Wakil Ketua Komisi II DPR Arwani Thomafi mendesak pemerintah utnuk segera mengungkap kasus tersebut. Hal itu guna mengetahui apakah ada dugaan kelalaian atau kesengajaan dari pihak tertentu.

Ia pun mempertanyakan pengawasan yang selama ini dilakukan Kemendagri.

"Kok bisa ada desa-desa fiktif itu? Pertanyaan pertama adalah, bagaimana fungsi dari pembinaan, fungsi dari pengawasan yang selama ini dilakukan?" kata Arwani saat dihubungi, Rabu (13/11/2019).

Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kemendagri Nata Irawan mengatakan, selama ini Kemendagri hanya sebatas memverifikasi dokumen pengajuan pemekaran desa dari pemerintah kabupaten yang telah lolos proses verifikasi oleh pemerintah provinsi.

Baca juga: Mengenal Desa-Desa Fiktif Penerima Dana Desa...

Selama dokumen yang diajukan itu memenuhi syarat, Kemendagri akan memberikan kode dan data wilayah desa. Tidak ada verifikasi faktual atau pengecekan langsung ke desa baru itu selama proses verifikasi administrasi.

Ia berdalih, hal itu tidak mungkin dilakukan karena jumlah desa yang sangat banyak.

"Kita, kan, ada 74.000 desa. Kalau turun semua ke desa, ya, tidak bisa seperti itu. Apalagi, kan, ada banyak usulan pemekaran desa,” kata Nata di Jakarta, Selasa (12/11/2019).

Dengan demikian, proses verifikasi faktual seharusnya sudah dilakukan pemerintah kabupaten ataupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) saat menyusun rancangan peraturan daerah (raperda) pembentukan desa baru.

Kemudian, ketika raperda sudah disahkan, pemerintah provinsi sebagai wakil pemerintah pusat bertugas mengecek. Jadi, jika ditemukan persoalan, seperti dugaan desa fiktif, artinya pengecekan dan pengawasan oleh pemerintah provinsi tak berjalan baik.

Sementara itu, Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar mengklaim, pihaknya tidak menemukan adanya "desa siluman" alias desa fiktif yang belakangan ramai diperbincangkan.

Ia membantah bahwa ada desa yang tak berpenduduk dan sengaja dibangun untuk menerima kucuran dana desa dari Kementerian Keuangan.

"Sejak awal sudah kami katakan bahwa dari perspektif Kemendes tidak ditemukan adanya desa yang disebut-sebut itu," kata Abdul saat ditemui di Sentul International Convention Center, Jawa Barat, Rabu (13/11/2019).

Baca juga: Klaim Punya Bukti, Mendes Yakin Tak Temukan Desa Fiktif

Sebaliknya, ia justru berbalik menanyakan definisi dari desa fiktif itu sendiri. Menurut dia, antara satu kementerian dan kementerian yang lain harus mempunyai perspektif yang sama mengenai fenomena desa fiktif.

"Apa sih yang dimaksud dengan (desa) hantu? Apa yang dimaksud desa siluman? Apa yang dimaksud desa fiktif dan seterusnya?" kata Abdul Halim.

"Jadi kita harus samakan persepsi dulu karena dari perspektif data-data yang lengkap di Kemendes, kami enggak temukan (desa fiktif)," ujar dia.

Abdul Halim menambahkan, pihaknya mempunyai laporan yang lengkap terkait pembangunan desa dari waktu ke waktu. Laporan itu termasuk desa-desa yang menerima kucuran dana dari Kementerian Keuangan.

Dia pun terbuka seandainya ada pihak yang ingin melihat laporan pembangunan desa tersebut.

Sumber: Kompas.com dan Kompas.id (Penulis: Fitria Chusna Farisa, Haryanti Puspa Sari, Satrio Pangarso Wisanggeni, Sharon Patricia, Kurnia Yunita Rahayu)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com