JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Indonesia Political Institute (IPI), Karyono Wibowo, mengkritisi sikap Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bersikeras ingin melarang eks narapidana kasus korupsi ikut pilkada.
Karyono Wibowo khawatir rencana ini hanya digunakan untuk kepentingan sesaat.
"Tentu saja menimbulkan sejumlah pertanyaan seolah-olah KPU itu memaksakan agendanya untuk memasukkan larangan mantan narapidana korupsi ikut dalam kontestasi pilkada," ujar Karyono dalam diskusi "Mengupas Polemik Larangan eks Korupsi Maju di Pilkada" di Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (13/11/2019).
"Apakah supaya dilihat bahwa KPU terlihat bersih, atau sekedar untuk mencari popularitas, atau ada agenda lain di balik itu semua," kata Karyono.
Baca juga: 2 Alasan KPU Tetap Larang Eks Koruptor Maju Pilkada
Pasalnya, kata dia, KPU sempat menyatakan akan kembali mengusulkan larangan serupa untuk Pemilu 2024 jika rencana pada tahun ini gagal terealisasi.
Padahal, menurut Karyono, KPU tentu memahami bahwa secara dasar hukum tidak ada aturan yang melarang mantan narapidana korupsi ikut dalam kontestasi pilkada.
"Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, jelas sekali itu membolehkan mantan narapidana korupsi (ikut pilkada) sepanjang dia mengemukakan bahwa dirinya adalah mantan narapidana dan sejauh dalam vonis pengadilan hak politiknya tidak dicabut oleh pengadilan," ucap Karyono.
Selain itu, ada sejumlah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan mantan narapidana korupsi mencalonkan diri dalam pilkada.
Baca juga: Perludem Minta MK Percepat Uji Materi Pasal Napi Kasus Korupsi di UU Pilkada
Lalu, pada 2018 ketika KPU membuat Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 tahun 2018 yang melarang mantan narapidana korupsi mencalonkan diri di pemilihan legislatif (pileg), aturan itu pun dugugurkan Mahkamah Agung (MA).
"Mestinya menurut saya KPU sudah tahu kondisinya tetapi kenapa KPU terus memaksakan memasukkan pasal larangan eks koruptor mengikuti pilkada?" kata dia.
Sebelumnya, KPU hendak melarang mantan narapidana korupsi mencalonkan diri di Pilkada tahun depan.
KPU berpendapat, aturan tersebut tidak akan melanggar hak asasi seorang eks koruptor. Sebab, pada pilpres lalu pun larangan serupa sudah ada.
"Dalam pemilu presiden dan wakil presiden itu salah satu syaratnya calon presiden maupun cawapres itu belum pernah korupsi. (Pilkada) ini kan pemilu juga. Kalau kemudian seperti itu, apakah itu dimaksud sebagai pelanggaran HAM? kan tidak," kata Komisioner KPU Wahyu Setiawan di Gedung KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (5/11/2019).
Baca juga: Laode M Syarif Sayangkan Revisi UU Pemasyarakatan yang Mudahkan Napi Koruptor Bebas Bersyarat
Sementara itu, Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik, menuturkan larangan bagi mantan narapidana kasus korupsi ikut pilkada sudah tercantum dalam PKPU Pencalonan dalam Pemilihan Kepala Daerah 2020.
KPU memasukkan larangan ini pada poin syarat calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Menurut Evi, PKPU ini telah dibahas dengan Komisi II DPR tetapi belum disepakati.
Evi menuturkan PKPU ini kembali dibahas dengan Komisi II DPR dalam waktu dekat.
"PKPU belum diberi nomor. Kan nanti masih RDP lagi. Sesudah RDP, akan ada harmonisasi dengan Kemenkumham," ujar Evi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.