Mereka yang mampu melakukan mobilisasi sumber daya modalnya, berpeluang terpilih.
Ia menilai, pilkada langsung mengubah demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat menjadi demokrasi yang berbasis kekuatan kapital.
Di sisi lain, usulan Tito itu direspon negatif oleh sejumlah LSM.
Banyak yang khawatir evaluasi ini akan mengembalikan lagi pilkada lewat DPRD, tak lagi langsung dipilih oleh rakyat.
Baca juga: Wacana Evaluasi Pilkada Langsung, KPU Serahkan ke Pemerintah dan DPR
Peneliti Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil menilai, usulan mengevaluasi Pilkada langsung itu akan menjadi langkah mundur jika pilkada kembali lewat DPRD seperti saat era orba.
Fadli mengatakan, seharusnya pemerintah fokus mengevaluasi masalah tingginya biaya politik Pilkada langsung.
Penyelesaian masalah tersebut bisa diselesaikan dengan pembentukan undang-undang.
"Bukan secara tiba-tiba langsung mengusulkan pemilihan kembali ke DPRD. Apakah dengan mengembalikan pemilihan ke DPRD otomatis biaya politik akan menjadi rendah?" kata Fadli.
Tidak lama setelah wacana evaluasi Pilkada langsung mencuat, Presiden Jokowi pun angkat bicara.
Baca juga: KPU-Bawaslu Setuju Pilkada Langsung Dievaluasi, tetapi...
Lewat Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman, Jokowi menegaskan pemilihan kepala daerah tetap melalui mekanisme pemilihan langsung oleh masyarakat.
Jokowi tak ingin calon kepala daerah dipilih oleh DPRD.
"Presiden Jokowi mengatakan pilkada propinsi/kabupaten/kota tetap melalui mekanisme pemilihan langsung yang merupakan cermin kedaulatan rakyat/demokrasi dan sejalan dengan cita-cita Reformasi 1998," kata Fadjroel kepada wartawan, Selasa (12/11/2019).
Fadjroel mengakui bahwa pemerintah ingin melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pilkada langsung yang sudah berjalan selama 20 tahun terakhir.
Namun evaluasi itu tak akan mengubah sistem pilkada kembali lewat DPRD.
"Yang akan dievaluasi hanya teknis penyelenggaraan," kata Jokowi.
Baca juga: Pro Kontra Pilkada Langsung dan Pertanda Kemunduran Demokrasi...
Menurut Fadjroel, Presiden ingin penyelenggaraan pilkada bisa mengurangi dan bahkan menghapus praktik money politic.
Selain itu, juga menciptakan proses pemilihan yang efisien dan efektif, sehingga pilkada tidak terlalu berbiaya tinggi, selesai tepat waktu, serta tidak menimbulkan sengketa hukum yang melelahkan.
Teknis penyelenggaraan pilkada juga harus mampu mengatasi polarisasi sosial berkepanjangan di tengah-tengah masyarakat.
"Pemerintah akan terus mendorong agar kualitas teknis penyelenggaraan pilkada makin meningkat. Sedangkan isu perilaku korupsi kepala daerah akan dihadapi oleh upaya penegakan hukum dan penguatan partisipasi masyarakat dalam kontrol kekuasaan politik daerah," ucap Fadjroel.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.