JAKARTA, KOMPAS.com - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mendorong partai politik membenahi mekanisme internal pencalonan kader sebagai kepala daerah.
Hal ini merespons pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian yang meminta evaluasi pilkada langsung karena berbiaya tinggi.
Menurut Perludem, sekalipun sistem pilkada diubah menjadi tidak langsung, masalah tidak akan selesai jika partai tak berbenah diri.
"Pilkada langsung atau tidak langsung, kalau partainya tidak dibenahi, tidak akan pernah menyelesaikan masalah," kata Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini saat ditemui di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Selasa (12/11/2019).
Baca juga: Kritik Cak Imin, ICW Bilang Pilkada Tak Langsung Juga Buka Celah Politik Uang
Titi mengatakan, pilkada tidak langsung justru akan semakin "menggelapkan" ruang pencalonan kepala daerah.
Tidak hanya itu, mekanisme pilkada yang demikian juga dinilai rawan memicu konflik. Misalnya, seorang calon kepala daerah yang juga mantan narapidana akan lebih mudah terpilih kembali.
Sebab, suara masyarakat tidak punya pengaruh besar dalam keterpilihan seorang calon kepala daerah. Padahal, belum tentu masyarakat menerima kepala daerah yang ditunjuk DPRD setempat, sebagai pemimpin mereka.
Ia mengatakan, hal itu juga bisa memicu konflik, misalnya, mantan narapidana akan lebih mudah untuk terpilih. Menurutnya, masyarakat bisa saja memilih orang yang tidak sejalan dengan kehendak masyarakat.
"Metika masyarakat menolak, salurannya tidak tersedia, mekanisme formalnya yang terjadi adalah bisa menimbulkan tindakan kekerasan sebagai penyaluran ketidakpuasan itu," ujar Titi.
Baca juga: Gugat UU Pilkada, Perludem Minta MK Hilangkan Status Kawin sebagai Syarat Pemilih
Titi menambahkan, sebelum mengubah mekanismenya, pemerintah harus lebih dulu melakukan kajian komprehensif terhadap kelebihan maupun kekurangan pelaksanaan pilkada langsung.
Pengkajian itu seharusnya tidak hanya dilakukan pemerintah seorang diri, tetapi juga melibatkan partai politik, penyelenggara pemilu, hingga tokoh masyarakat.
"Jangan istilahnya sapu rata semua daerah kemudian ingin (pilkada) tidak langsung karena tadi kita tahu ternyata pilkada secara perlahan berhasil menjadi sumber rekrutmen politik nasional," kata Titi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.