JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak 12 kementerian dan lembaga meluncurkan portal aduan terkait praktik radikalisme bagi ASN. Portal itu bernama www.aduanasn.id.
Dilansir dari laman portal itu, terdapat 11 poin yang masuk ke dalam kategori aduan, yakni:
1. Penyampaian pendapat baik lisan maupun tertulis dalam format teks, gambar, audio atau video melalui media sosial yang bermuatan ujaran kebencian terhadap Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan pemerintah;
2. Penyampaian pendapat baik lisan maupun tertulis dalam format teks, gambar, audio, atau video melalui media sosial yang bermuatan ujaran kebencian terhadap salah satu suku, agama, ras dan antar golongan;
3. Penyebarluasan pendapat yang bermuatan ujaran kebencian sebagaimana pada angka 1) dan 2) melalui media sosial (share, broadcast, upload, retweet, repost dan sejenisnya);
4. Pemberitaan yang menyesatkan atau tidak dapat dipertanggungjawabkan;
5. Penyebarluasan pemberitaan yang menyesatkan baik secara langsung maupun melalui media sosial;
6. Penyelenggaraan kegiatan yang mengarah pada perbuatan menghina, menghasut, memprovokasi dan membenci Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah;
7. Keikutsertaan pada kegiatan yang diyakini mengarah pada perbuatan menghina, menghasut, memprovokasi dan membenci Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah;
8. Tanggapan atau dukungan sebagai tanda setuju pendapat sebagaimana angka 1) dan 2) dengan memberikan likes, dislike, love, retweet atau comment di media sosial;
9. Penggunaan atribut yang bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah;
10. Pelecehan terhadap simbol-simbol negara baik secara langsung maupun melalui media sosial;
11. Perbuatan sebagaimana dimaksud pada angka 1) sampai 10) dilakukan secara sadar oleh ASN.
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate menyatakan, kategori tindakan ASN yang dapat diadukan ini bukan bermaksud untuk melindungi pemerintah dari kritik.
Intinya, ASN tetap boleh melontarkan kritik. Asalkan, kritik didasarkan pada data, bukan persepsi.
Baca juga: Anggota Komisi III DPR: Jangan Kaitkan Radikalisme pada Agama