Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
Kompas.com - 11/11/2019, 20:35 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa istri Wali Kota Medan nonaktif, Rita Maharani Dzulmi Eldin, Senin (11/11/2019).

Rita yang bersatus sebagai saksi itu diperiksa selama hampir 10 jam.

Pantauan Kompas.com, Rita masuk ke Gedung KPK sekitar pukul 09.55 WIB dan baru keluar pada pukul 19.35 WIB.

Awak media sempat menanyakan sejumlah hal terkait pemeriksaan dan kasus suap jabatan yang menyeret nama suaminya. Namun, tidak sepatah kata pun keluar dari mulut Rita.

Baca juga: Jadi Tersangka, Harta Kekayaan Wali Kota Medan Mencapai Rp 20 Miliar

Sejak keluar dari lobi Gedung KPK, Rita hanya diam. Matanya menatap lurus ke depan.

Meski disapa wartawan, Rita diam dan tidak tampak melempar senyum. Dia hanya fokus mencari kendaraan yang membawanya pergi dari Gedung KPK.

Sementara itu, Pelaksana Harian (Plh) Kepala Biro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Chrystelina GS, mengatakan Rita diperiksa sebagai saksi terkait kasus suap proyek dan jabatan pada Pemerintah Kota (Pemkot) Medan.

"Hari ini penyidik memeriksa saksi atas nama Rita Maharani Dzulmi Eldin untuk tersangka Isa Ansyari (IA)," ujar Chrystelina kepada wartawan di Gedung KPK.

Baca juga: Kasus Suap Wali Kota Medan, Biaya Pelesir ke Jepang hingga Ajudan Nyaris Tabrak Tim KPK

Menurut Chrystelina, dalam pemeriksaan penyidik KPK mendalami informasi seputar perjalanan dinas ke Jepang yang diikuti Rita.

"Penyidik juga mendalami siapa-siapa saja pihak yang membiayai perjalanan dinas tersebut," tambah Chrystelina.

Selain Rita, penyidik KPK juga menjadwalkan memeriksa Yamitema Tirtajaya Laoly sebagai untuk kasus yang sama.

Putra Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna Hamonangan Laoly itu juga juga diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Isa Ansyari.

Baca juga: Duduk Perkara OTT Wali Kota Medan, demi Tutupi Biaya Perjalanan ke Jepang...

Namun, Yamitema batal diperiksa KPK dengan alasan belum menerima surat pemanggilan pemeriksaan.

Sebelumnya, KPK menetapkan Wali Kota Medan nonaktif, Dzulmi Eldin, menjadi tersangka kasus dugaan suap dari Isa Ansyari.

Dzulmi diduga menerima suap sebesar Rp 380 juta sejak Ferbruari hingga September 2019.

Kasus Dzulmi ini bermula pada 6 Februari 2019, di mana Dzulmi melantik Isa Ansyari menjadi Kepala Dinas PUPR Kota Medan.

Setelah pelantikan tersebut, Isa diduga rutin memberikan sejumlah uang kepada Dzulmi sebesar Rp 20 juta setiap bulan.

Baca juga: Kasus Wali Kota Medan, KPK Periksa 8 Saksi dan Geledah 2 Rumah

Pemberian terhitung mulai Maret 2019 hingga Juni 2019. Pada 18 September 2019, Isa diduga kembali memberikan uang Rp 50 juta ke Dzulmi.

Selain itu, Isa diduga merealisasikan permintaan uang Rp 250 juta untuk menutupi ekses dana nonbudget perjalanan dinas Dzulmi ke Jepang.

Sebab, sekitar Juli 2019, Dzulmi melakukan perjalanan dinas ke Jepang dalam rangka kerja sister city antara Kota Medan dan Kota Ichikawa di Jepang.

Kunjungan Dzulmi ke Jepang didampingi beberapa kepala dinas di lingkungan Pemerintah Kota Medan.Saat kunjungan, Dzulmi juga ditemani istri dan dua anaknya serta beberapa orang yang tidak memiliki kepentingan dengan kunjungan kerja tersebut.

Kompas TV Dua hari sebelum pemberlakuan Undang-Undang KPK Revisi, pegawai KPK tetap melakukan tugas dan juga fungsinya.<br /> <br /> Ini terbukti dengan adanya penindakan dengan operasi tangkap tangan di Medan, Samarinda, Kalimantan Timur, juga Indramayu, Jawa Barat. Rabu (16/10) malam, 4 pimpinan KPK menyampaikan hasil operasi tangkap tangan di Medan, Sumatera Utara, terkait kasus dugaan suap proyek dan jabatan yang melibatkan Wali Kota Medan, Tengku Dzulmi Eldin. Selain Tengku Dzulmi Eldin, dua tersangka lain, yakni kepala bagian protokoler Kota Medan, Syamsul Fitri Siregar, sebagai penerima suap. KPK telah menyegel ruangan di kantor dinas pekerjaan umum, sebanyak lima ruangan yang disegel oleh KPK di antaranya ruang kepala dinas pekerjaan umum dan sekretaris.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Abraham Samad: Anas Harus Buktikan, Katanya kalau Korupsi Bakal Digantung di Monas?

Abraham Samad: Anas Harus Buktikan, Katanya kalau Korupsi Bakal Digantung di Monas?

Nasional
Kemendagri Bergerak Tangani Sekda Riau yang Keluarganya Pamer Kemewahan

Kemendagri Bergerak Tangani Sekda Riau yang Keluarganya Pamer Kemewahan

Nasional
8 Jam Mahfud Rapat dengan Komisi III, Beberkan Asal-usul Transaksi Janggal Rp 349 Triliun di Kemenkeu

8 Jam Mahfud Rapat dengan Komisi III, Beberkan Asal-usul Transaksi Janggal Rp 349 Triliun di Kemenkeu

Nasional
LPSK Buka Perlindungan untuk Saksi Kasus Korupsi Tukin di Kementerian ESDM

LPSK Buka Perlindungan untuk Saksi Kasus Korupsi Tukin di Kementerian ESDM

Nasional
Konjen RI di Jeddah: Jemaah Umrah yang Telantar di Arab Saudi Sudah Pulang

Konjen RI di Jeddah: Jemaah Umrah yang Telantar di Arab Saudi Sudah Pulang

Nasional
Saat Jokowi Tegaskan 'Reshuffle' Kabinet Segera Terjadi...

Saat Jokowi Tegaskan "Reshuffle" Kabinet Segera Terjadi...

Nasional
Peta Jalan ASN: Ketika Gelar Doktor Hanya Jadi Pelaksana

Peta Jalan ASN: Ketika Gelar Doktor Hanya Jadi Pelaksana

Nasional
Harapan 2 Jenderal yang Pernah Bertugas di KPK Ditunjuk Jadi Kapolda...

Harapan 2 Jenderal yang Pernah Bertugas di KPK Ditunjuk Jadi Kapolda...

Nasional
Rasionalitas Pengecualian 'Presidential Threshold' bagi Partai Baru

Rasionalitas Pengecualian "Presidential Threshold" bagi Partai Baru

Nasional
Soal 'DPR Markus', Mahfud: Bukan DPR Sekarang, tapi yang Lalu...

Soal "DPR Markus", Mahfud: Bukan DPR Sekarang, tapi yang Lalu...

Nasional
Anggota DPR Usul Hak Angket untuk Transaksi Rp 349 T di Kemenkeu

Anggota DPR Usul Hak Angket untuk Transaksi Rp 349 T di Kemenkeu

Nasional
Ada Perbedaan Angka soal Transaksi Rp 349 T, Komisi III Akan Gelar Rapat Lanjutan bersama Menkeu, Mahfud, dan PPATK

Ada Perbedaan Angka soal Transaksi Rp 349 T, Komisi III Akan Gelar Rapat Lanjutan bersama Menkeu, Mahfud, dan PPATK

Nasional
Alasan Mahfud Bongkar Dugaan Pencucian Uang: Jokowi Marah Indeks Korupsi Menurun

Alasan Mahfud Bongkar Dugaan Pencucian Uang: Jokowi Marah Indeks Korupsi Menurun

Nasional
8 Tahun Berlalu, Abraham Samad Buka-bukaan 'Skandal Rumah Kaca' dan Ambisi Cawapres

8 Tahun Berlalu, Abraham Samad Buka-bukaan "Skandal Rumah Kaca" dan Ambisi Cawapres

Nasional
Deretan Pejabat hingga Partai Politik yang Menolak Israel di Piala Dunia U-20

Deretan Pejabat hingga Partai Politik yang Menolak Israel di Piala Dunia U-20

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke